Demokrasi parlementer
sebagai pedoman
Prakata
Kepuasan rakyat terhadap
demokrasi parlementer semakin
berkurang. Berdasarkan
hasil jajak pendapat
dari lembaga pemantau
pemilu (Forschungsgruppe Wahlen),
tingkat kepuasan rakyat
yang pada awal
tahun 80-an mencapai
80% saat ini
menurun menjadi 56%
di negara-negara bagian
lama dan 34%
di negara-negara
bagian baru. Jajak pendapat itu juga menunjukkan semakin
besarnya jarak –
khususnya antara orang-orang muda dengan parlemen dan
partai.
Apa yang dapat
dan harus dilakukan
untuk mengatasi masalah
ini? Buku saku
ini
akan memberikan sedikit
masukan. Tujuan buku
ini adalah memberi
rangsangan
berpikir tentang demokrasi,
parlemen dan anggotanya,
serta untuk merenungi
apa
yang dapat disumbangkan oleh
setiap individu agar
demokrasi semakin kuat.
Karena demokrasi harus terus dijaga.
Pertanyaan
tentang apakah kita
telah memiliki demokrasi,
dijawab oleh Benjamin
Franklin setelah musyawarah tentang konstitusi pada 1787:
“Kita memiliki demokrasi
jika kita menggenggamnya.”
Christoph Grimm
Ketua Parlemen Negara Bagian Rheinland-Pfalz
DEMOKRASI SEBAGAI BENTUK NEGARA
1. RUMITNYA DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk
negara yang sulit.
Yang pernah berpartisipasi dalam
pemilihan anggota Parlemen
Federal atau Parlemen
Negara Bagian tahu
betapa
rumitnya
demokrasi. Konon, suara
kedua lebih penting
dari suara pertama.
Lalu,kita
tahu bahwa di
samping mandat, yang ada pula apa yang
disebut dengan Überhang-dan Ausgleichsmandat (mandat
tambahan dan mandat
penyeimbang). Selain itu,
bagi partai penting
sekali untuk melewati
klausul 5% demi
“kelangsungan hidup”
mereka.
Ahli politik Theodor
Eschenburg dalam wawancaranya
dengan surat kabar
ZEIT
menjabarkan mengapa demokrasi itu begitu rumit:
“Jika saya menghendaki
kebebasan maka saya
harus tahu cara
mengorganisirnya.
Jika saya tidak
lagi menghendaki sistem
kerajaan dan kebangsawanan
di mana
hanya tiga atau empat atau lima orang yang
bermufakat, tetapi menghendaki sistem
demokrasi, maka itu
artinya, mau tidak
mau saya harus
membangun sistem atau
konstruksi yang rumit.
Begitu ada lebih
dari 100 orang
yang berpartisipasi dalam
sebuah musyawarah, saya harus mengorganisasikannya.”
Dan kesimpulan pentingnya:
“Demokrasi harus benar-benar
jelas. Demokrasi adalah
bentuk pemerintahan yang
begitu rumit sehingga
orang hanya akan
memahaminya jika ia
telah dipelajari
dengan baik sebelumnya”
Jadi, kita harus
“menjelaskan” dulu apa
itu demokrasi. Karena
hanya yang tahu
demokrasi dan cara
fungsinya sajalah yang
akan mengenali nilai
demokrasi,
mendukungnya
serta mengorganisasikannya, dan
bahkan mungkin
memperjuangkannya.
2. DEMOKRASI ADALAH SEBUAH BUKU DENGAN BANYAK HALAMAN
Kita buka halaman
pertama: Negara Jerman
adalah negara federasi
yang
demokratis dan Rheinland-Pfalz adalah
negara bagian Jerman
yang demokratis,
demikian
tertulis dalam UUD
atau Konstitusi negara
bagian. Tetapi, apa
itu negara
7
demokratis dan apa
artinya demokrasi? Ternyata demokrasi
tidak hanya rumit
tetapi
juga memiliki sangat banyak sudut pandang seperti yang
ditunjukkan kutipan-kutipan
berikut ini:
“Demokrasi adalah kekuasaan rakyat, oleh rakyat, untuk
rakyat.”
Abraham Lincoln
“Demokrasi berarti ikut campur dalam urusan sendiri”
Max Frisch
“Demokrasi tidak lain adalah
membiarkan orang berbicara
dan memiliki kemampuan
untuk mendengar.’
Heinrich Brüning
“Demokrasi
berangkat dari pandangan
bahwa melalui adu
gagasan pada akhirnya
orang akan mendapatkan sesuatu yang sangat dekat dengan
kenyataan.”
Hanry Kissinger
“Tentu saja keliru
menganggap bahwa dengan
demokrasi semua kehendak
rakyat
dapat dipenuhi. Namun,
manakala kita melihat
upaya untuk membuat
keputusan
menyangkut
kepentingan yang berbeda
tidak lagi dengan
pisau dan pistol
(baca:kekerasan)
melainkan melalui pemungutan
suara, maka itu
adalah proses
yang lebih manusiawi dan beradab.”
Robert Musil
“Demokrasi bukan berarti
memilih yang terbaik
untuk berkuasa dan
menjalankan
politik yang terbaik,
tetapi demokrasi adalah
kesempatan untuk meninggalkan
pertumpahan darah dalam perebutan kekuasaan”
Karl Popper
“Demokrasi
bertujuan pada partisipasi
rakyat dalam membentuk
kehendak
pemerintah dan pada
keleluasaan individu dalam
menentukan nasib sendiri
yang
seluas mungkin.”
Helmut Simon
8
“Dalam demokrasi setiap
orang boleh berkata
apa yang ia
pikirkan – meskipun
ia
tidak dapat berpikir.”
Peter Bamm
“Demokrasi tidak boleh
terlalu berlebihan –
sehingga dalam keluarga
pun harus ada
voting siapa yang menjadi bapak.”
Willy Brandt
Jadi, demokrasi itu memiliki banyak sudut pandang dan rumit,
tapi apa intinya?
3. DEMOKRASI BERARTI DEMOKRASI PERWAKILAN
Terjemahan kata “demokrasi”
yang berasal dari
bahasa Yunani itu
berarti
“kekuasaan
rakyat”. Seperti yang
termaktub dalam konstitusi
negara bagian kita,
kekuasaan negara bukan
terletak di tangan
individu (seperti dalam
sistem monarki)
atau kelompok (seperti
dalam sistem aristokrat),
melainkan seluruhnya di
tangan
rakyat. Dan “seluruh
kekuasaan negara berasal
dari rakyat”. Demikian
disebutkan
dalam UUD. “Namun
– demikian pertanyaan
Bertolt Brecht –
“ke mana arah
demokrasi itu?”
Ada pandangan yang
berangkat dari idealisme
penentuan nasib sendiri
secara tak
terbatas, dan sejalan
dengan itu terbentuknya
pemerintahan sendiri oleh
rakyat.
Pandangan ini menyebabkan
munculnya istilah demokrasi
langsung di mana
rakyat
menentukan nasib sendiri
dan karena itu
tidak membutuhkan perwakilan.
Namun
demokrasi dalam bentuk
“murni” langsung ini tidak ada.
Karena setiap organisasi
–
juga sebuah negara
– hanya dapat
berfungsi jika memiliki
pimpinan. Karena itu,
rakyat hanya bisa
berkuasa jika ada
pimpinan. Apabila pimpinan
itu tidak ada
dan
karenanya semua merasa
berwenang untuk semua
hal, mungkin pada
akhirnya
tidak ada lagi
orang yang bertanggung
jawab. Ini khususnya
berlaku di negara-negara
modern yang memiliki
wilayah luas di
mana rakyat tidak
lagi dapat
dikumpulkan di lapangan untuk memberikan suaranya seperti
ketika di Athena klasik
dulu.
Karena itu, sistem
demokrasi yang ada
sekarang bukanlah demokrasi
langsung,
melainkan
demokrasi tidak langsung,
yang artinya demokrasi
perwakilan. Seperti
yang berlaku di
Republik Federal Jerman
dan juga di
Rheinland-Pfalz. Dalam
9
demokrasi
perwakilan, kekuasaan negara
dijalankan oleh para
wakil rakyat yang
dipilih rakyat untuk
masa jabatan tertentu.
Para wakil ini
bertanggung jawab
terhadap rakyat dan
wajib memberikan pertanggungjawaban dan
pada akhir masa
jabatan dapat dipilih kembali.
4. PEMILU DALAM SISTEM DEMOKRASI PERWAKILAN
Titik tolak demokrasi
perwakilan adalah pemilihan
wakil rakyat oleh
rakyat. Oleh
karena itu, hak
dasar politik yang
paling penting untuk
rakyat adalah hak
pilih. Hak
ini mencakup hak
memilih dan dipilih.
Yang pertama merupakan
hak pilih aktif,
sedangkan yang lainnya hak pilih pasif.
Di negara-negara yang
tidak menerapkan sistem
demokrasi juga diadakan
pemilihan.
Biasanya orang atau
partai yang akan
dipilih memperoleh hampir
100%
suara. Perbedaan antara
pemilihan seperti ini
dengan pemilihan dalam
sistem
demokrasi
terletak pada tidak
adanya pilihan lain
atau alternatif. Dibandingkan
dengan
negara-negara seperti ini,
negara dengan sistem
demokrasi memberikan
pilihan bagi pemilih
alias rakyat dalam
arti yang sebenarnya.
Yaitu pilihan di
antara
berbagai partai dan
kandidat. Oleh karenanya,
dalam negara demokrasi
pemilihan
bersifat bebas.
Yang berhak memilih dalam pemilihan anggota Parlemen Negara
Bagian Rheinland-Pfalz adalah semua
warga Jerman yang
telah genap berusia
18 tahun dan
setidaknya sejak tiga bulan menetap di Rheinland-Pfalz.
Pemilih memiliki dua suara.
Dengan suara pertama
dipilih 51 anggota
parlemen dari daerah
pemilihan
(Wahlkreisabgeordnete)
di 51 daerah
pemilihan. Namun yang
menjadi tolok ukur
hasil pemilihan bagi sebuah partai adalah suara kedua. Suara
kedua diberikan untuk
memilih calon melalui
daftar negara bagian
atau wilayah. Suara
kedua inilah yang
nantinya
menentukan berapa banyak
mandat dari 101
kursi Parlemen Negara
Bagian yang tersedia
diperoleh oleh setiap
partai. Jika sebuah
partai misalnya
memenangi 30 dari
51 mandat/kursi dari
daerah pemilihan, namun
setelah
penghitungan
hasil suara kedua
ia memperoleh 40
kursi, maka itu berarti
10 kursi
tambahan diberikan melalui pemilihan calon per daftar negara
bagian atau wilayah.
10
Pada pemilihan anggota
Parlemen Negara Bagian
tahun 1996 lalu
SPD meraih
39,8% dari suara
kedua, CDU 38,7%,
F.D.P. 8,9% dan
fraksi BÜNDNIS 90/DIE
GRÜNEN 6,9%. 5,7%
diraih oleh partai-partai lain atau tidak berlaku/sah.
5. DEMOKRASI PERWAKILAN DAN PEMBUATAN UU OLEH RAKYAT
Demokrasi perwakilan bukan berarti bahwa rakyat hanya
memiliki hak untuk memilih
wakilnya dan kemudian
pada akhir masa
jabatan mendemisionerkannya. Kalau
begitu adanya mungkin
tidak ada peristiwa
penting di antara
masa pemilihan itu.
Padahal
kenyataannya lain. Rakyat
memiliki serangkaian kemungkinan
untuk
berpartisipasi.
Termasuk di dalamnya
hak untuk mengajukan
proses referendum
(Volksbegehren)
dan hak untuk
mengeluarkan UU melalui
referendum. Hak ini
dimiliki setiap warga
di semua negara
bagian, tapi tidak
di tingkat federal.
Untuk
tingkat federal masih
terjadi perdebatan apakah
rakyat mampu membuat
keputusan
– misalnya tentang
reformasi pajak, uang pensiun atau kesehatan.
Ada yang berpendapat
rakyat tidak mampu
melakukannya. Rakyat “tidak
memiliki
pengetahuan
untuk itu dan
terlalu menonjolkan sisi
emosinya.” Oleh karena
itu,
pengajuan
dilakukannya referendum dan
pelaksanaan referendum itu
sendiri
merupakan “bonus untuk
setiap penghasut” (Theodor
Heuss). Akhirnya kekuasaan
jatuh di tangan
mereka yang merumuskan
permasalahan rakyat. Rakyat
hanya
dapat menjawab dengan “ya” atau “tidak”.
Sementara yang lain
berpendapat bahwa rakyat
sama baiknya, sama
matangnya
dengan para wakil
rakyat, dan karenanya
mampu membuat keputusan
tentang
masalah-masalah
penting. Heribert Prantl,
seorang wartawan, mengemukakan
alasan untuk masalah ini dalam surat kabar Süddeutsche
seperti berikut:
“Di Timur rakyat
kita telah meruntuhkan
rezim diktatur. Tapi,
barang siapa yang
sudah cukup dewasa
menuntun negara dari
sistem sosialis ke
demokrasi, maka ia
tidak boleh membiarkan
dirinya dikritik kurang
matang. Dan siapa
yang mampu,
seperti mereka di
wilayah barat, mengajarkan
kepada wakil-wakil mereka
untuk
memiliki
tanggung jawab terhadap
lingkungan, maka ia
cukup matang untuk
sekali-kali mengeluarkan pendapatnya dalam sebuah referendum.”
11
Pandangan mana yang
benar? Ada alasan
yang sama kuatnya
untuk kedua
pandangan tersebut. Apabila
pengajuan referendum dan
proses referendum ingin
diterapkan di tingkat
federal, maka perlu
perubahan UUD. Sebaliknya,
dalam
konstitusi
negara bagian Rheinland-Pfalz, plebisit
seperti ini telah
diantisipasi tetapi
dengan syarat yang
cukup rumit. Pengajuan
referendum harus didukung
oleh
seperlima dari jumlah
yang berhak memilih,
atau dukungan dari
sekitar 600.000
warga. Ini belum
pernah berhasil sejak
berdirinya negara bagian
Rheinland-Pfalz.
Karena itu ada
usulan untuk menurunkan
kuorum ini, yakni
menjadi sepersepuluh
dari total jumlah yang berhak memilih atau sekitar 300.000
warga.
6. DEMOKRASI PERWAKILAN DAN PARTISIPASI WARGA
Pengajuan
referendum dan pelaksanaan
referendum adalah proses
pembuatan UU
oleh rakyat. Selain itu masih ada jalan lain yang
memungkinkan terjadinya partisipasi
langsung warga dalam
penentuan keputusan politik.
Kemungkinan ini khususnya
terdapat di daerah
komune (setara dengan
Dati II: kabupaten/kotamadya). Karena
pengalaman
mengajarkan, bahwa kebutuhan
dan kesediaan untuk
berpartisipasi
dalam bidang politik
semakin besar manakala
urusan yang menyentuh
langsung
rakyat banyak semakin
tersentuh. Dan ini
umumnya terjadi di
tempat di mana
manusia itu hidup, misalnya di kelurahan atau di kota-kota.
Oleh karena itu, tatanan kehidupan politik di tingkat daerah
di wilayah negara bagian
Rheinland-Pfalz
memberikan serangkaian kemungkinan
bagi warganya untuk
berpartisipasi.
Di antaranya pemilihan
orang-orang yang akan
memilih kepala
kampung, lurah, walikota
dan camat. Dengan
cara ini para
pemilih di Rheinland-Pfalz dapat
menentukan sendiri siapa
yang menjadi pemimpin
di desa, di
kota atau
di daerah mereka.
Hak berpartisipasi ini
dilengkapi dengan beberapa
kemungkinan
lain yang diatur
dalam peraturan daerah
negara bagian Rheinland-Pfalz, misalnya
permohonan penduduk, pengajuan
referendum dan pelaksanaan
referendum.
Tanggapan warga cukup
baik. Ini dibuktikan
dengan bertambahnya jumlah
pengajuan
referendum dan pelaksanaan
referendum dan juga
tingginya tingkat
partisipasi dalam voting.
Beberapa bentuk baru
dari partisipasi terus
diuji-cobakan di beberapa
tempat
dengan tujuan lebih
meningkatkan partisipasi anak-anak
dan remaja dalam
12
penentuan keputusan politik. Misalnya dengan membentuk apa
yang disebut dengan
parlemen anak-anak dan
remaja. Selain itu
juga ada proyek-proyek
tersendiri di
mana anak-anak dan
remaja lebih diberikan
peluang untuk berpartisipasi. Juga
tuntutan untuk memberikan
hak pilih bagi
remaja yang telah
berusia 16 tahun
untuk
memilih dewan desa atau dewan kota bertujuan meningkatkan
partisipasi remaja.
7. DEMOKRASI PERWAKILAN BERARTI DEMOKRASI KOMUNIKATIF
Ekspresi “kekuasaan rakyat” secara langsung itu
tidak hanya berupa pembuatan UU
oleh rakyat (plebisit)
dan partisipasi warga
dalam penentuan keputusan-keputusan
politik yang lain. Tapi juga bisa berbentuk LSM-LSM, protes
rakyat dan demonstrasi.
Ekspresi-ekspresi ini tidak lain daripada bagian dari cikal
bakal demokrasi langsung.
Faktor yang tak
kalah pentingnya adalah
kebebasan berpendapat dan
informasi.
Kebebasan
berpendapat dan informasi
memungkinkan setiap individu
untuk
berpartisipasi
dalam proses pembentukan
kehendak dan opini
publik, dan dengan
demikian dapat ‘berdiskusi’ dengan politisi. Intinya ada
komunikasi antara politisi dan
warga. Dalam konteks ini, demokrasi adalah juga demokrasi
komunikatif.
Pada satu pihak
demokrasi komunikatif menuntut
adanya “kelompok partisipasi”
yang ikut ambil
bagian dalam penentuan
kebijakan dan bertanggung
jawab; di lain
pihak ia membutuhkan
anggota parlemen yang
memberikan informasi kepada
rakyat, yang mengikuti
perkembangan dan yang
melibatkan rakyat dalam
peristiwa
politik.
Idealnya komunikasi antara
warga dan politisi
dapat berupa proses
yang terus
menerus. Namun dialog
antara kedua pihak
seringkali tidak berfungsi.
Banyak
warga yang tidak
punya waktu untuk
mengurus masalah yang
menyangkut orang
banyak. Sementara yang
lainnya tidak berminat
dan sisanya memilih
diam karena
mereka tidak didengar dalam urusan partai politik.
Tapi ini bukan
berarti bahwa dialog
antara politisi di
satu pihak dan
rakyat di pihak
lain untuk sementara tidak ada atau bahkan terhenti sama sekali. Faktanya,
2.150.000 warga telah memberikan suara mereka pada pemilihan
anggota parlemen
negara bagian yang
lalu. Dan lebih
dari 130.000 warga
di Rheinland-Pflaz menjadi
anggota parpol dan 700.000 orang menduduki jabatan
kehormatan.
13
8. DEMOKRASI PERWAKILAN ADALAH DEMOKRASI PARTAI
Penghubung yang paling
penting antara rakyat
dengan wakil mereka
adalah partai
politik. Di satu
pihak parpol harus
mengakomodir keinginan dan
penderitaan warga
atau pemilihnya, di pihak lain mereka juga harus
menyampaikan usulan partai dalam
rangka
melibatkan warga dalam
pembentukan kehendak politik.
Demokrasi
perwakilan tidak dapat
berfungsi tanpa partai
politik. Demikian pendapat
Friedrich
Naumann ketika ia
mengatakan bahwa “tidak
ada gagasan politik
yang dapat
berhasil tanpa organisasi”.
Masalahnya
hanyalah apakah partai
mampu memenuhi tugas
ini secara memadai.
Banyak orang meragukan
hal tersebut. Mantan
Presiden Federal Richard
von
Weizsäcker telah mengritisi
partai pada 1985
dan beberapa tahun
kemudian surat
kabar
Frankfurter Allgemeine melakukan
hal yang sama
di mana dalam
edisi
tertanggal 3 September 1992 tertulis:
“Tidak ada sudut
yang tidak terjamah
kekuasaan partai. Jangkauan
kekuasaan
mereka mulai dari
tingkat atas di
parlemen hingga organisasi-organisasi kecil
untuk
karneval
sekalipun. Partai memiliki
kekuasaan, namun tidak
tahu lagi bagaimana
menjalaninya secara bertanggung
jawab. Kesejahteraan dipersempit
hanya untuk
kepentingan kelompok mereka, semata-mata untuk kepentingan
pribadi.”
Bahkan ada yang
mengritik lebih ekstrim
dengan menggunakan istilah
“politik
eksploitasi oleh partai”,
“patronase jabatan” dan
“KKN”. Istilah
“Parteienverdrossenheit”
(skeptis terhadap kinerja
partai) menjadi terkenal.
Dalam
studi remaja oleh lembaga Shell disebutkan:
“Dari studi kami
tampak bahwa kepercayaan
yang relatif paling
kecil ditunjukkan
remaja terhadap institusi-institusi politik
klasik. Dan yang
paling tidak dipercayai
adalah partai politik.”
Hasil studi ini
cukup mengkhawatirkan. Karena
berfungsi atau tidaknya
demokrasi
perwakilan
sangat tergantung pada
fungsi partai. Krisis
partai akan menjadi
krisis
demokrasi jika tidak
ada koreksi terhadap
kesalahan-kesalahan yang terjadi.
Tapi
bagaimana cara mengoreksinya? Ada
yang berpendapat bahwa
koreksi itu dapat
dilakukan dalam proses
pemilihan calon utama
dan dengan cara
jajak pendapat
14
anggota partai. Yang
lain beranggapan perlu
dilakukan pembaharuan partai
dari
“pihak luar”, dari
apa yang disebut
dengan “Seiteneinsteiger” (orang
luar yang
menjadi anggota partai
dan menduduki posisi
berpengaruh). Sementara yang
lain
menghimbau
dilakukannya pemilihan kepala
negara bagian (perdana
menteri) oleh
rakyat, dan bukan
oleh “partai di
parlemen”. Terlepas dari
segala kritik jelaslah
bahwa tanpa partai tidak ada demokrasi.
9. DEMOKRASI PERWAKILAN MEMBUTUHKAN PIMPINAN POLITIK
Partai tidak hanya
berfungsi menciptakan hubungan
antara rakyat dengan
pemerintah dan mengembangkan
solusi terhadap sejumlah
masalah. Partai juga
harus merekrut “orang-orang
yang akan menjadi
pemimpin”. Mereka ini
khususnya
diperlukan untuk duduk
di parlemen dan
pemerintah. Dengan demikian
kita telah
sampai pada pertanyaan
tentang pimpinan politik
dalam demokrasi modern.
Topik
ini sangat penting
khususnya di masa-masa
sulit, dan mengingat
pengalaman yang
telah dialami Jerman dengan “Führer”-nya.
Pada 1919 sosiolog
Max Weber berpendapat
bahwa seorang pemimpin
harus
memiliki sifat-sifat
berikut: “gairah, rasa tanggung
jawab dan pandangan tajam”. Ada
yang beranggapan bahwa
kategori tersebut dewasa
ini tidak lagi
memadai untuk
menghadapi
tantangan-tantangan yang dihadapi
oleh para pimpinan
politik dalam
demokrasi
modern. Dalam surat
kabar Neue Züriche
edisi 18 Desember
1989
dimuat artikel yang
membahas makna pimpinan
politik di sebuah
negara demokrasi
dewasa ini:
“memiliki semangat tanpa harus mengorbankan diri untuknya,
mengamati arus dasar
intelektual dan mental
secara peka, teguh
dalam tujuan, fleksibel
dalam memilih
cara untuk mencapai
tujuan tersebut, mengedepankan
kesejahteraan orang banyak
daripada
kepentingan kelompok dan
berjuang untuk mewujudkan
semua itu bagi
masyarakat banyak.”
Kutipan di atas
menunjukkan bahwa sejak
masa Max Weber
ada satu sifat
kepemimpinan
yang semakin diperhatikan,
yakni keterampilan berkomunikasi
(komunikative
Kompetenz). Tapi sifat
ini hanya rangkaian
dari sifat-sifat lain.
Kepemimpinan dalam demokrasi
komunikatif tidak mungkin
terjadi tanpa kekuatan
keyakinan (Überzeugungsmacht) dan kemampuan presentasi
(Darstellungskraft).
15
Namun, apakah media
akan membiarkan jalannya
kepemimpinan tanpa
pengaruhnya?
Atau apakah media
memicu kecenderungan para
politisi untuk tidak
membuat
keputusan berdasarkan inti
masalah, melainkan merujuk
pada keinginan
media? Memang, memimpin tidak menjadi lebih mudah.
10. MEDIA MASSA DALAM DEMOKRASI PERWAKILAN
Komunikasi politik dewasa
ini tidak akan
mungkin terjadi tanpa
keberadaan media
massa. Pada umumnya,
pemerintah, parlemen, partai
dan serikat-serikat pekerja
menjangkau
masyarakat atau anggota
mereka hanya melalui
surat kabar, majalah,
radio dan televisi. Karena itu, sekarang ini media massa
memiliki tugas-tugas seperti
berikut:
- menyebarkan informasi secara lengkap, objektif dan semudah
mungkin;
- membantu membentuk opini masyarakat dengan menyajikan
masalah dan
konteks politik yang
rumit secara jelas
serta mengomentari peristiwa-peristiwa
politik.
- mengawasi keputusan institusi-institusi politik dan
perilaku pejabat serta mengritik
keadaan yang tidak sesuai dengan peraturan.
Tugas-tugas ini –
dalam konteks Parlemen
dan Pemerintah Negara
Bagian –
khususnya
dilaksanakan oleh anggota
konferensi pers negara
bagian. Mereka ini
adalah wartawan yang mengkhususkan diri pada topik politik
negara bagian. Mereka
menganggap diri mereka
sebagai “pengamat bagi
pembaca, pendengar radio
dan
penonton televisi” dan terkadang bahkan sebagai “pengacara
bagi para pemilih”.
Media dianggap belum
berhasil memberikan kepuasan
bagi semua pihak
dalam
menyajikan
informasi dan membentuk
opini publik serta
melaksanakan tugas
pengawasan
terhadap parlemen dan
pemerintah negara bagian.
Media khususnya
dikritik karena:
- cenderung menyederhanakan informasi,
- mendramatisir peristiwa-peristiwa sepele,
-membuat masalah-masalah objektif menjadi urusan pribadi
seseorang
(personalisasi masalah objektif),
- membesar-besarkan topik tertentu untuk jangka waktu yang
pendek dan
kemudian membiarkannya hilang sama sekali.
16
Terlepas dari kritik
ini, perlu diingat
bahwa media yang
bebas sangat dibutuhkan
oleh demokrasi.
11. DEMOKRASI ELEKTRONIK
Dalam demokrasi perwakilan,
peluang untuk berpartisipasi bagi
warga ada
batasnya.
Peluang-peluang itu sifatnya
hanya sebagai pelengkap
demokrasi
perwakilan.
Akan tetapi, isu
yang semakin sering
didiskusikan adalah apakah
fakta tersebut di
atas dapat berubah mengingat
semakin majunya kondisi teknologi
informasi dewasa
ini. Ada yang
menganggap – seperti
wakil presiden Amerika
Serikat Al Gore –
sebuah “Athena modern”
sudah bisa diterapkan,
sementara yang lain
mengharapkan
adanya upaya memperbanyak
kemungkinan untuk berpartisipasi
bagi warga.
Yang pasti adalah
bahwa para ahli
politik dan spesialis
komputer sedang
mengupayakan
suatu perangkat lunak
demokrasi (Demokratie-Software) yang
berfungsi
sebagai alat bantu,
misalnya dalam pelaksanaan
voting tentang masalah
“pembangunan
wilayah timur”, reformasi
pensiunan dan pajak
serta kebijakan
tentang suaka politik.
Artinya, demokrasi elektronik
itu sama dengan
plebisit dengan
cara mengklik mouse komputer.
Oleh karena itu,
prasyarat pelaksanaan voting
melalui komputer ini
adalah adanya
akses internet bagi
semua pemilih, dan
bukan hanya dimiliki
oleh 4% dari
penduduk
seperti yang ada
sekarang ini. Syarat
lain adalah bahwa
setiap pemilih tidak
hanya
memperhatikan
kepentingannya, tetapi juga
kepentingan umum dan
minoritas.
Bahkan kalau persyaratan
ini telah terpenuhi,
tidak mungkin pengambilan
semua
keputusan yang selama
ini menjadi hak
parlemen dan pemerintah
diserahkan
kepada warga, karena,
tentu saja, nanti
akan ada terlalu
banyak keputusan yang
berbeda.
Karena itulah banyak
yang menganggap penerapan
komunikasi elektronik itu
memberikan
bentuk baru dari
diskusi politik, tetapi
mereka sekaligus mengharapkan
bahwa ia tidak
akan merubah karakter
demokrasi perwakilan. Langkah
pertama
17
yang mengarah kepada
penerapan komunikasi elektronik
ini ditampilkan melalui
presentasi
internet parlemen. Parlemen
Negara Bagian Rheinland-Pfalz juga
memiliki
homepage di internet
sejak Maret 1998
(http://www.landtag.rheinland-pfalz.de)
12. TANTANGAN DEMOKRASI PERWAKILAN
Keraguan adalah bagian dari demokrasi, termasuk keraguan
terhadap diri sendiri.
“Andaikata ada rakyat
para dewa, maka
mereka akan memerintah
secara
demokratis. Tapi bentuk negara seperti ini tidak cocok untuk
manusia”.
Demikian kata Rousseau
lebih dari 250
tahun yang lalu,
dan Kant kemudian
menjelaskan alasannya:
“Karena manusia, dengan
kecenderungan ego mereka,
tidak akan mampu
menciptakan bentuk (pemerintahan) yang begitu halus”.
Dengan latar belakang
gambaran ini, tidaklah
mengherankan apabila setelah
tahun
1989 yang merupakan
tahun kemenangan demokrasi
di hampir seluruh
dunia itu
keraguan akan demokrasi tidak berkurang melainkan meningkat.
Muncul pertanyaan
yang semakin mendesak,
yakni apakah demokrasi
mampu mengatasi masalah
zaman sekarang seperti
pengangguran massal, kejahatan
terorganisasi dan
terorisme, serta apakah
ia mampu menghadapi
bahaya yang misalnya
timbul dari
globalisasi dan perusahaan-perusahaan dunia.
Fenomena ini disebut
“krisis
demokrasi”. Bagi beberapa orang, itu
bahkan berarti “akhir
demokrasi” ada di depan
mata.
Prediksi ini tidak muncul begitu saja.
Ia perlu diperhatikan
dan dicari solusinya.
Ada
cukup pendekatan untuk
itu. Ada yang
mengusulkan diterapkannya “budaya
partisipasi
masyarakat”, ada yang
menginginkan proses plebisit,
dan yang lain
berupaya untuk mengembangkan
demokrasi perwakilan agar
mampu beradaptasi
dengan masalah yang
semakin bertambah. Intinya,
mereka ini mengembangkan
konsep-konsep
baru demokrasi. Salah
satunya adalah konsep
yang disebut dengan
demokrasi multi parlemen
(mehrspurige Demokratie). Artinya,
satu parlemen yang
berwenang untuk semua
masalah digantikan dengan
beberapa parlemen yang
memiliki tugas masing-masing. Komposisi
dan masa jabatan
anggotanya diatur
18
sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Dengan demikian
demokrasi universal
digantikan dengan demokrasi terkotak-kotak
(Spartendemokrasi).
Usul-usul
seperti ini, meski
sekilas kedengarannya sangat
utopis, merupakan
ungkapan dari kehendak
pengejawantahan demokrasi. Karena
tidak ada alternatif
terhadap demokrasi ini. Seperti yang dinyatakan Winston
Churchill:
“Demokrasi adalah sistem pemerintahan terburuk di dunia –
tapi tidak ada yang lebih
baik darinya.”
PARLEMEN NEGARA BAGIAN (LANDTAG)
1. DEMOKRASI PARLEMENTER
Landtag adalah perwakilan
rakyat di negara
bagian. Karena ia
terdiri dari –
seperti
yang tertulis dalam konstitusi negara bagian – anggota yang
dipilih oleh rakyat.
Landtag juga “jantung
demokrasi”. Karena asas
demokrasi untuk semua
lembaga
pemerintah yang lain
berasal dari Landtag.
Hal ini khususnya
berlaku untuk
pemerintah yang terdiri
dari perdana menteri
dan menteri-menteri serta
yang
bertanggung
jawab terhadap kepemimpinan
pemerintah dan terhadap
berfungsinya
penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan aturan.
Karakter
demokrasi umumnya dipengaruhi
oleh hubungan antara
parlemen dan
pemerintah. Di tingkat
federal dan negara-negara
bagian hubungan ini
ditandai oleh
dua
keistimewaan: pertama, bahwa
kepala pemerintahan dipilih
oleh parlemen dan
ia dapat dicopot
kembali kekuasaannya melalui
mosi tidak percaya;
kedua, bahwa
sebagian besar dari anggota pemerintah adalah juga anggota
parlemen.
Yang pertama berarti
bahwa pemerintah tergantung
pada kepercayaan parlemen,
yang kedua, pemerintah
itu sendiri sebagian
besar berisikan anggota
parlemen. Ini
merupakan ciri khas sistem pemerintahan parlementer.
Lawan dari sistem
parlementer ini adalah
sistem demokrasi presidensil.
Contohnya
yang diterapkan di
Amerika Serikat. Di
sana presiden dan
pemerintahannya tidak
membutuhkan
kepercayaan parlemen. Selain itu
dalam sistem presidensil ini dalam
konstitusi diatur bahwa anggota pemerintah tidak boleh
merangkap sebagai anggota
parlemen.
19
2. HILANGNYA WEWENANG DAN MAKNA PARLEMEN
Parlemen pernah mengalami
masa-masa yang lebih
baik. Namun dewasa
ini
lembaga ini kehilangan
pengaruh dan kekuasaan.
Alasannya bermacam-macam,
ada dua alasan
yang penting: alasan
pertama berkaitan dengan
Uni Eropa yang
mengambil alih wewenang
federal dan negara
bagian. Karena itu
petani yang
melakukan protes tidak
lagi mendatangi menteri
pertanian dan anggota
parlemen,
melainkan langsung kepada Uni Eropa yang bertanggung jawab
untuk mereka.
Alasan kedua berkaitan
dengan meningkatnya pengaruh
partai. Apabila parlemen
di
tingkat federal dan
negara bagian berkumpul
di awal masa
pemilihan untuk
mengadakan
rapat, seringkali keputusan-keputusan penting
untuk tahun-tahun
berikutnya telah ditetapkan, yakni di saat terjadi
perjanjian koalisi. 30 tahun yang lalu
perjanjian
koalisi ini tidak
begitu berpengaruh terhadap
kinerja parlemen.
Kemandirian
parlemen masih dihargai.
Sekarang telah terjadi
perubahan. Sebuah
artikel di surat kabar ZEIT tertanggal 24 Mei 1996
menggambarkan perubahan ini:
“Sistem
parlementer dan perwakilan
semakin tertindih oleh
adanya pakta (koalisi)
partai. Dan semakin
besar pengaruh kesepakatan
koalisi dalam menetapkan
program pemerintah sebelum terbentuknya parlemen, maka
semakin berkurang pula
fungsi anggota parlemen terpilih. Konsekuensinya adalah
parlemen berubah menjadi
suatu lembaga yang tidak indenpenden yang berfungsi membantu
partai. “
Pada akhirnya parlemen
hanyalah sebuah wadah
formal tempat ditetapkannya
keputusan-keputusan
yang telah disepakati
sebelumnya. Otoritas parlemen
pun
tercabik-cabik.
Ini terjadi dalam
Bundestag (Parlemen Federal)
dan terlebih lagi
di Lanadtag atau
parlemen negara bagian
karena dengan dibuatnya
keputusan dalam perjanjian
koalisi itu Bundestag
dan Landtag semakin
‘terpinggirkan’. Akibatnya parlemen
hanya bisa memahami
apa yang telah
“ditetapkan” sebelumnya oleh
para perdana
menteri, contohnya untuk kasus besarnya biaya siaran radio.
3. TUGAS-TUGAS PARLEMEN NEGARA BAGIAN
Meskipun fungsi dan
wewenang parlemen semakin
berkurang, tugas-tugas
utamanya masih tetap
ada. Misalnya tugas
atau fungsi parlemen
sebagai lembaga
20
yang memilih jabatan
tertentu (Wahlfunktion). Parlemen
misalnya harus memilih
perdana menteri, sebagian
dari hakim konstitusi,
ketua Badan Pemeriksa
Keuangan
(BPK) dan pejabat untuk urusan perlindungan data.
Fungsi yang lain
adalah pembuatan undang-undang. Karena
Landtag juga bertugas
memusyawarahkan
dan menetapkan undang-undang
negara bagian. Meskipun
jumlah UU yang ditetapkan oleh Landtag sekarang semakin
berkurang dibandingkan
dengan dulu (267
UU pada legislatur
pertama – artinya
antara 1947 dan1951
– dan
hanya 48 UU
pada paruh pertama
legislatur ke-13, yakni
antara tahun 1996
dan
1998). Untuk sebagian
besar bidang kehidupan
telah ada UU
–nya. Sementara
untuk hal-hal baru
yang harus ditentukan
melalui UU biasanya
ditetapkan oleh Uni
Eropa.
Sementara untuk wewenang
yang masih tersisa
bagi parlemen tidak
digunakan untuk membuat UU, karena ada pemahaman bahwa
adanya lebih banyak
UU tidak otomatis membuat demokrasi menjadi lebih baik. Jadi
saat ini untuk hal-hal
tertentu tidak ditetapkan lagi UU yang dulu mungkin biasa
dilakukan.
Dengan
berkurangnya wewenang parlemen
ini ada fungsi
yang lain yang
semakin
mencuat,
misalnya fungsi pengawasan
penyelengaraan pemerintahan. Landtag
bertugas
mempertanyakan kebijakan pemerintah
negara bagian dan
mengoreksinya
dan memeriksa apakah
dalam prosedur penentuan
kebijakan tersebut terjadi
kesalahan atau tidak.
Untuk melaksanakan fungsi
ini Landtag memiliki
berbagai
kemungkinan
pengawasan. Pemerintah harus
bersedia untuk memberikan
laporan
atau jawaban, juga
dalam komisi-komisi. Untuk
kasus-kasus tertentu Landtag
bahkan dapat membuat
perilaku pemerintah negara
bagian sebagai bahan yang
akan ditelaah oleh komisi pemeriksa dari parlemen.
Pengawasan
pemerintah menjadi tugas
seluruh elemen dalam
Landtag. Namun
demikian,
pengawasan yang dilakukan
oleh fraksi oposisi
berbeda dari fraksi
mayoritas.
Pengawasan oleh fraksi
mayoritas bersifat tertutup.
Ada pendapat yang
berbeda tentang cara
pengawasan mana yang
lebih efektif. Ahli
politik Prof.
Oberreuter misalnya, berpendapat:
“Biasanya
pengawasan oleh oposisi
yang terbuka itu
tidak efisien, dan pengawasan
yang efisien oleh
fraksi mayoritas itu
biasanya tidak terlihat
di muka umum
(tertutup).”
21
Yang termasuk hak-hak
istimewa Landtag adalah
hak APBD, artinya
pengesahan
anggaran belanja negara.
Karena yang menentukan
apakah dan berapa
jumlah
uang yang harus
disediakan untuk pengeluaran
adalah para anggota
parlemen.
Mereka
menetapkan UU anggaran
belanja yang biasanya
diajukan oleh pemerintah
negara bagian setiap
dua tahun sekali.
Parlemen juga mengawasi
apakah UU
tersebut dijalankan dengan benar oleh pemerintah negara
bagian.
Fungsi sentral lain
Landtag adalah fungsi
artikulasi atau fungsi
publik (Artikulations-bzw. Öffentlichkeitsfunktion). Parlemen
merupakan forum umum
dalam
pemerintahan.
Kalau kekuasaan kedua
dan ketiga –
maksudnya eksekutif dan
yudikatif – tidak
membuat keputusan secara
terbuka, Landtag sebaliknya:
lembaga
ini
bermusyawarah dan membuat
keputusan secara terbuka.
Ini dimaksudkan agar
warga juga dapat
membentuk pendapatnya tentang
apa yang sedang
dibahas di
parlemen. Karena itu
para anggota parlemen
“perlu berpidato hingga
terdengar oleh
publik”. Carlo Schmid, salah satu bapak UUD, menyatakan:
“Sayangnya
masanya telah berlalu,
padahal dulu sebuah
pidato yang bersemangat
dan berisi dapat
menyentuh seorang anggota
parlemen dan kemudian
mempengaruhi
mayoritas di parlemen.
Kenapa pidato harus
demikian banyak dan
panjang? Pidato itu
gunanya untuk menyajikan
alasan bagi warga
atas sikap
parlemen. Dan itu harus
dilakukan karena kalau
tidak, bagaimana pemilih
akan tahu
siapa dari partai
mana yang akan
dia pilih pada
pemilihan selanjutnya? Karena
itu
para anggota parlemen memang perlu bicara lantang agar
tendengar oleh publik.”
Pemberitaan
media tentang rapat-rapat
paripurna dan komisi
cenderung sedikit dan
rating penonton untuk
penayangan langsung rapat-rapat
paripurna terhitung kecil.
Ada beberapa alasan
untuk ini. Landtag
seringkali tidak mengurus
topik-topik yang
diminati media dan
tidak jarang debat-debat
yang diadakan di
Landtag sudah basi.
Artinya, topik itu telah dibahas atau telah ada keputusan
tentangnya sehingga sudah
diketahui umum.
Meskipun
demikian fungsi publik
Landtag tetap punya
arti yang penting.
Karena
fungsi itu bertujuan
pada komunikasi politik
antara rakyat dan
wakilnya (bandingkan
hal. 18).
22
4. BATAS KEWENANGAN LANDTAG
Untuk setiap fungsi
atau tugas yang
dimiliki Landtag terdapat
batas tertentu. Ini
khususnya
berlaku untuk fungsi
pembuatan undang-undang yang
juga merupakan
tugas Bundestag (Parlemen
Federal). Di bidang
apa saja Landtag
dan Bundestag
dapat
mengeluarkan UU, dan
itu diatur dalam
UUD. Dan biasanya
Bundestag lebih
banyak
mengeluarkan UU. Undang-undang
yang ditentukan oleh
Landtag biasanya
menyangkut
bidang pendidikan dasar,
menengah dan tinggi,
kepolisian, bidang
keadministrasian
daerah dan media.
Negara bagian menganggap
pembagian ini
terlalu sedikit dan
menghendaki kembali
wewenangnya dari Bundestag.
Tapi karena
urusan wewenang berarti
juga masalah kekuasaan,
Bundestag kurang bersedia
memenuhi keinginan Landtag.
Dengan adanya wewenang
pembuatan undang-undang, fungsi
pengawasan oleh
Landtag menjadi lebih
luas. Karena fungsi
pengawasan itu berangkat
dari titik tolak
apakah
pemerintah negara bagian
bertanggungjawab pada satu
perkara. Dan
karena
pemerintah bagian mempunyai
wakilnya dalam Dewan
Federal (Bundesrat)
maka Landtag pun
dapat menyinggung urusan-urusan
yang dibahas dalam
Bundesrat.
Perkara seperti reformasi
pajak, reformasi dana
pensiun, kebijakan
suaka dan isu-isu
tentang Bundeswehr (Angkatan
Bersenjata Jerman) merupakan
contoh
topik-topik yang memang
bukan menjadi wewenang
Landtag untuk
membuat UU tentangnya.
Namun, atas dasar
wewenang pengawasan, Landtag
dapat
bermusyawarah tentang topik-topik
tersebut dan kemudian
membuat
keputusan.
Kemungkinan
lebih jauh yang
dimiliki Landtag terdapat
dalam fungsi publik
dan
fungsi
artikulasinya. Yaitu jika Landtag –
tanpa keinginan untuk
menetapkan UU
atau melakukan pengawasan
terhadap pemerintah negara
bagian – hendak
membahas perkara umum/publik.
Ini berarti, pada
prinsipnya Landtag dapat
menyinggung
setiap topik yang
dianggap diminati rakyat
meskipun topik itu
sama
sekali tidak penting.
5. ORGANISASI LANDTAG
23
Landtag dipilih untuk
masa lima tahun.
Masa jabatan anggota
Landtag berakhir
dengan terpilihnya anggota baru.
“Organ utama” Landtag
adalah rapat pleno, yakni
rapat paripurna yang
dihadiri 101
anggotanya.
Semua keputusan yang
ditetapkan oleh parlemen
merupakan
wewenang
Landtag, seperti pengesahan
UU dan penentuan
permohonan-permohonan yang lain.
Rapat pleno diadakan
sekitar 25 kali
setahun. Jadwal rapat
ditetapkan dalam sebuah rencana kerja pada awal tahun. Untuk
alasan tertentu juga
dapat dilakukan sidang istimewa.
Dalam
pelaksanaan kerjanya, pleno
dibantu oleh 13
komisi ahli negara
bagian.
Komisi-komisi
itu antara lain
komisi anggaran belanja
dan keuangan, komisi
dalam
negeri, komisi sosial
politik dan komisi
ekonomi dan perhubungan.
Komposisi
anggota di setiap
komisi ini mencerminkan
kekuatan fraksi di
Landtag. Tujuan dari
pembagian kerja antara
pleno dan komisi-komisi
adalah untuk mengkonsentrasikan
musyawarah dalam rapat
pleno pada isu-isu
politik yang sifatnya
mendasar dan
menyelesaikan
kerja detail dalam
masing-masing komisi. Jumlah
rapat yang
dilakukan menjelaskan hal
ini: sekitar 25
rapat pleno setiap
tahun dan sekitar
150
rapat komisi dalam kurun waktu yang sama.
Selain pleno dan
komisi ada organ-organ
lain di Landtag,
yaitu apa yang
disebut
dengan organ kepemimpinan
(Leitungsorgan). Organ ini
terdiri dari ketua
Landtag,
dewan pengurus atau
presidium dan dewan
tetua (dewan yang
terdiri dari anggota
senior). Ketua Landtag
dipilih oleh anggota
Landtag untuk masa
jabatan 4 tahun.
Ketua Landtag melaksanakan
jabatannya secara non-partisan,
tapi bukan berarti
bahwa ia sendiri
tidak berpartai. Karena
ia tetap dapat
terlibat aktif dalam
kerja
fraksinya di parlemen.
Ia mewakili Landtag
ke luar, memimpin
rapat pleno, memiliki
kekuasaan
menyangkut tata tertib
di parlemen terhadap
anggota biasa dan
orang
lain di Landtag,
dan sebagai ketua
dalam tatanan parlemen
ia juga sekaligus
majikan dari semua pegawai di Landtag.
Ketua Landtag bersama
kedua wakil ketua membentuk dewan
pengurus Landtag
yang dalam parlemen
lain disebut juga
presidium. Dewan pengurus
atau presidium
ini membantu dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat
Landtag serta dalam
penyusunan Rancangan Anggaran dan Belanja Landtag.
24
Dewan Tetua dan
11 anggota parlemen
adalah bagian dari
presidium Landtag.
Mereka bukan anggota tertua Landtag, melainkan anggota yang
secara politis paling
berpengalaman.
Mereka berkumpul secara
rutin satu minggu
sebelum setiap rapat
pleno diadakan untuk
merancang acara mereka,
menetapkan waktu pidato
dan
membahas urusan lain
yang membutuhkan komunikasi
antar fraksi. Rencana
kerja
Landtag juga ditentukan oleh Dewan Tetua (Ältestenrat).
Dalam rangka memantapkan
wewenang pengawasan parlemen,
Landtag memilih
pejabat yang membawahi
bidang kemasyarakatan (Bürgerbeauftragte). Bersama
dengan komisi petisi
yang merupakan bagian
dari komisi ahli
Landtag,
Bürgerbeauftragte membahas masukan dari warga yang berpendapat
bahwa urusan
mereka tidak ditangani
oleh pejabat Landtag
sesuai hukum atau
sesuai tujuan.
Setiap tahun terdapat 3000 petisi.
Fraksi mempunyai peran
yang sangat penting
terhadap kinerja Landtag.
Karena itu
pembahasan tentang fraksi dibuat dalam bab tersendiri.
6. FRAKSI-FRAKSI DI LANDTAG
Ada empat fraksi
di Landtag saat
ini, yakni fraksi
Partai Sosial Demokrat
(SPD)
dengan 43 anggota,
fraksi Uni Kristen
Demokrat (CDU) dengan
41 anggota, fraksi
Partai Demokrat Bebas
(FDP) dengan 10
anggota dan fraksi
BÜNDNIS 90/Partai
Hijau dengan 7 anggota.
Tugas
fraksi-fraksi adalah mengkoordinasikan aktivitas
anggota mereka di
parlemen
dan mengendalikan
jalannya kerja parlemen. Fraksi, misalnya, menentukan anggota
mana yang ditugaskan
ke satu komisi
Landtag dan di
komisi mana mereka
menetapkan ketua (komisi). Selain itu, fraksi juga mempunyai
hak untuk mengajukan
rancangan
undang-undang (RUU), membuat
permohonan atau mengirimkan
interpelasi kepada pemerintah federal.
Agar dapat memenuhi tugas-tugas ini fraksi membutuhkan satu
kerangka organisasi,
pimpinan fraksi, kelompok kerja (pokja) dan staf. Organisasi
ini perlu didanai. Karena
itu fraksi memperoleh
dana dari APBD. Pada
tahun 1998 jumlah
dana tersebut
sekitar 7,5 juta
DM. Dari jumlah
ini fraksi SPD
memperoleh sekitar 2,3
juta, fraksi
25
CDU 2,6 juta,
fraksi F.D.P. dan
fraksi BÜNDNIS 90/DIE
GRÜNEN masing-masing
1,2 juta DM.
Fraksi oposisi (bandingkan
h. 46) memperoleh
bantuan khusus untuk
memenuhi tugas mereka sesuai dengan mekanisme kerja.
Kadang-kadang hak-hak
fraksi terbentur pada hak-hak
anggota parlemen (Landtag),
misalnya jika anggota
parlemen ingin membuat
keputusan berbeda dari
mayoritas
fraksi.
Akibatnya adalah munculnya
masalah disiplin fraksi.
Tentang masalah ini
mantan presiden federal Carstens pernah mengatakan:
“Sebuah kelompok politik yang memiliki suara berbeda bisa
jadi memperoleh simpati
di sana-sini; tapi
hal itu tidak
akan membuat pengaruh
politik mereka meningkat.
Dan bila para
anggota suatu fraksi
memilih untuk tetap
kompak dan mengikuti
sikap
fraksi yang telah
ditentukan oleh mayoritas,
itu bukan merupakan suatu
kelemahan
atau
ketergantungan anggota terhadap
fraksi, melainkan ungkapan
visi mereka
bahwa kekompakan merupakan
unsur yang penting
dalam membangun
kepercayaan
pemilih mereka. Bahwa
pemikiran ini ada
batasnya, yakni di
mana
nurani si anggota
diperlukan untuk menentukan suatu sikapnya, itu tidak dipungkiri.”
Tentu saja keputusan
yang melibatkan hati
nurani bukan suatu
keputusan yang
seperti
“melempar sebuah koin
yang hasilnya bisa
berubah”. Artinya, keputusan
yang melibatkan hati nurani juga mempunyai pengecualian.
7. OPOSISI
Fraksi dibedakan menjadi
dua, yakni fraksi
pemerintah dan fraksi
oposisi. Fraksi
yang pertama mendukung
pemerintah dan ingin
mempertahankan agar pemerintah
tetap berkuasa, sementara fraksi oposisi ingin
menggantikannya.
Oleh karena itu,
antara fraksi pemerintah
dan fraksi oposisi
terjadi persaingan untuk
merebut hati rakyat. Dalam persaingan ini fraksi pemerintah
diuntungkan. Kedekatan
mereka dengan pemerintah
membuat mereka selangkah
lebih cepat dalam
memperoleh informasi dan mayoritas. Dan mereka juga memiliki
kemungkinan untuk
merealisasikan semua pandangan mereka dan menolak permohonan
oposisi.
Fraksi oposisi hanya
dapat berusaha mengimbangi kerugian
mereka dengan cara
mengawasi dan mengritisi
penyelenggara pemerintah dan
kebijakan yang mereka
terapkan.
Pengawasan dan kritik
ini harus dilakukan
secara terbuka. Karena
ciri
khas oposisi adalah
kritik mereka terhadap
pemerintah yang secara
terbuka dan
26
pandangan mereka secara
terbuka terhadap kebijakan
pemerintah. Dengan kritik
terbuka dan diskusi
politik mereka, fraksi
oposisi tidak hanya
menjadi bahan
perbincangan
tentang alternatif pemerintah,
tapi dengan cara
itu mereka juga
membatasi kekuasaan pemerintah.
Perbedaan
politik antara fraksi
oposisi dan fraksi
pemerintah sangat besar,
tapi
bukan tak terbatas.
Misalnya, pada masa
jabatan ke 11
Landtag dari 120
RUU 32
diputuskan
dengan kesepakatan dan
pada masa jabatan
ke 12 dari
177 RUU 50
ditetapkan
dengan kesepakatan bersama.
Sejauh ini oposisi
juga memberi
sumbangsih terhadap integrasi di negara kita.
Itu berarti oposisi
memiliki berbagai tugas.
Di Inggris Raya
misalnya, parlemen
sama baiknya dengan
oposisi. Jadi bisa
dikatakan bahwa demokrasi
hanya akan
berfungsi dengan
baik jika oposisi
baik di dalam maupun
di luar parlemen diberikan
ruang gerak untuk
melakukan aksi politiknya.
Karena hanya oposisi
yang kuatlah
yang menjadi alternatif
paten bagi pemerintah
dan ia menjamin
bahwa demokrasi
tidak lain daripada pelaksanaan kekuasaan yang terbatas oleh
waktu.
8. MEKANISME KERJA PARLEMEN
Proses kerja di
parlemen, tepatnya dalam
rapat-rapat pleno dan
komisi, diusulkan
lebih menarik, lebih
menegangkan dan aktual.
Karena itu ada
yang menuntut dan
mengusulkan agar musyawarah
di parlemen “sedikit disajikan”
seperti Talk-Show
politik. Ada kesalahpahaman di
balik usulan ini.
Karena parlemen bukanlah
“Talk-Show bangsa”, melainkan
forum publik bangsa.
Parlemen bukan suatu
lembaga
yang menghibur pada
saat orang sudah
berada di rumah
sehabis kerja. Parlemen
harus membuat keputusan
yang dapat dipertanggungjawabkan, dan
itu atas dasar
diskusi terbuka yang dapat diikuti oleh semua orang.
Tujuan ini tidak
dapat dicapai dengan
sebuah skenario yang
ditekankan pada
“pementasan
besar” (Talk-Show), melainkan
hanya dengan bantuan
sejumlah
aturan teknis. Aturan
untuk tata tertib
berpidato, tata tertib
acara, tata tertib
sidang/rapat dan juga
aturan bagaimana pemungutan
suara pada akhir
sebuah
rapat harus dilakukan.
Dalam konteks ini
kerja parlemen adalah
“kerja teknis” yang
bersifat rumit, makan
waktu dan seringkali
agak menuntut kesabaran.
Tapi aturan-
27
aturan teknis inilah
yang memungkinkan terjadinya
diskusi, juga perselisihan,
dan
pada akhirnya – bila berjalan lancar – adanya solusi dan
keputusan-keputusan.
Tentu saja proses
kerja parlemen dapat
selalu diperbaiki seperti
yang memang
terjadi sekarang. AD/ART Landtag yang mengatur setiap
mekanisme kerja parlemen
hanya berlaku untuk
satu masa pemilihan.
Setiap kali Landtag
baru terbentuk
ditetapkan pula AD/ART
yang baru. Biasanya
dalam penetapan AD/ART
itu terjadi
beberapa
perubahan berdasarkan pengalaman
dari Landtag demisioner.
Perubahan-perubahan itu dimaksudkan agar proses kerja di
parlemen tetap “aktual”.
Pada awal masa
pemilihan ke-13 tahun
1996 ditetapkan bahwa
komisi-komisi ahli
mulai saat itu
dianjurkan bermusyawarah secara
terbuka. Tujuannya adalah
untuk
membuat proses kerja parlemen lebih transparan.
Tentu saja perdebatan-perdebatan yang
terjadi di parlemen
dapat memberikan
unsur hiburan. Ketika
Winston Churchill dalam
Majelis Rendah Inggris
diinterupsi
oleh seorang anggota
majelis perempuan dari
partai buruh dengan
kalimat:
“Andaikata
Anda suami saya,
akan saya tuangkan
racun ke dalam
kopi “, Churchill
menjawab: “Dan kalau Anda istri saya, akan saya minum kopi
itu”. Jelas bahwa ironi,
ejekan dan gurauan
bukan gaya demokrasi
parlementer. Namun unsur
itu adalah
suatu bumbu yang mungkin jarang terjadi.
9. JALANNYA RAPAT-RAPAT PLENO
Rapat-rapat
pleno di Landtag
biasanya dimulai dengan
pelaksanaan jam bertanya
(Fragestunde)
dan jam pembahasan
topik-topik penting dan
aktual (Aktuelle
Stunde). Dalam jam
bertanya permintaan atau
pertanyaan dari anggota
parlemen
dijawab oleh pejabat
pemerintah negara bagian
yang berwenang dan
dalam jam
aktual didiskusikan topik-topik yang aktual dan penting.
Karena
pemerintah negara bagian
dapat berbicara setiap
waktu dalam pleno,
maka
ia juga dapat
memberikan pernyataan pemerintah
(Regierungserklärungen).
Pernyataan
pemerintah ini diberikan
pada awal masa
pemilihan untuk
memperkenalkan
programnya. Atau selama
masa jabatan untuk
memberikan
pandangan terhadap isu-isu mendasar. Apabila sebuah
pernyataan pemerintah telah
28
diberikan baru dilangsungkan
Aktuelle Stunde (pembahasan/diskusi masalah-masalah aktual)
Pada acara Aktuelle
Stunde inilah dilakukan
musyawarah tentang RUU
dan
permohonan-permohonan
yang lain di
mana acaranya diatur
sedemikian rupa
sehingga
permohonan-permohonan yang topiknya
kira-kira sama dirangkum
menjadi satu fokus
perdebatan. Biasanya rapat
pleno berakhir antara
pukul 18.00
atau 19.00.
Pada pembahasan yang
berlangsung hingga malam
hari kursi-kursi dalam
ruang
rapat banyak yang
kosong. Tapi hal ini juga terjadi pada jam kerja biasa, suatu fakta
yang sering dikritik.
Sayangnya kritik ini
tidak melihat bahwa
pidato atau
pembicaraan
dalam rapat pleno
lebih banyak digunakan
untuk meyakinkan lawan
politik pada menit-menit
terakhir daripada memberikan
informasi kepada publik
tentang apa yang
dibahas. Mantan anggota
parlemen federal Claus
Ernst pernah
menyatakan:
“Rakyat memilih
wakilnya bukan agar mereka –
sebagai pejabat dengan honor yang
relatif tinggi –
membahas sebuah masalah
yang sama sekali
tidak penting bagi
rakyat dan yang tidak membutuhkan partisipasi mereka.”
Selain itu anggota
Landtag dalam rapat-rapat
pleno juga memiliki
tugas-tugas lain.
Contohnya mereka harus
melakukan pebincangan dengan
pejabat pemerintah,
membuat
kesepakatan dengan anggota
lain dan harus
mengurusi kelompok
pengunjung yang ingin mengetahui tentang Landtag.
10. PENGUNJUNG LANDTAG
Landtag dan komisi-komisinya bersidang
secara terbuka. Karena
itu ada
kemungkinan
untuk ikut serta
dalam rapat-rapat pleno
dan komisi, baik
atas
undangan para anggota Landtag maupun atas prakarsa sendiri.
Lebih dari 20
000 warga setiap
tahunnya memanfaatkan peluang
ini di Landtag
negara bagian Rheinland-Pfalz. Jadi,
lebih dari 100
000 warga pada
setiap masa
pemilihannya.
Jumlah yang paling
menonjol adalah para
pemuda yang
menggunakan cara tersebut
untuk mendapatkan informasi
tentan kerja Landtag.
Bekerja sama dengan
Pusat Pendidikan Politik
Negara Bagian di
Mainz telah
29
dikembangkan
suatu tawaran informasi
yang luas untuk
para pemuda yang
fungsinya
melengkapi informasi untuk
kunjungan di Landtag.
Tawaran tersebut
misalnya seminar untuk
siswa, seminar untuk
pemuda yang magang,
seminar untuk
redaksi majalah sekolah
dan – sekali
setahun – diadakan
acara yang disebut
Landtag-Siswa
(Schüler-Landtag). Inti dari
program-program tersebut adalah
meningkatkan
dialog antara pemuda
dan anggota Landtag
dan juga untuk
menimbulkan kepercayaan terhadap Landtag dan pengertian
terhadap cara kerjanya
yang kadang-kadang tampak rumit itu.
Sejauh ini Landtag
menganggap dirinya sebagai
tempat atau lembaga
untuk belajar
demokrasi di mana
para pemuda mendapatkan
informasi secara langsung
tentang
demokrasi,
Landtag dan anggotanya.
Ini bisa disebut
pendidikan politik, tapi
juga
bisa dilihat sebagai
suatu peluang untuk
bertukar pikiran. Dan
unsur inilah yang
menjadi isi dan tujuan demokrasi komunikatif (bandingkan h.
18 dan19).
Untuk memenuhi tuntutan
terhadapnya Landtag tidak
hanya mengundang
pengunjung ke Mainz,
tapi Landtag sendiri
mengunjungi proyek-proyek dan
sarana-sarana di luar
Mainz. Untuk itu
Landtag pada kasus
tertentu mengadakan rapat
komisi “di tempat
kejadian”. Di masa
mendatang ini diharapkan
dapat diterapkan
pada rapat pleno.
Demikian anjuran komisi
penyelidik Landtag yang
membidangi
reformasi parlemen.
11. PARLEMEN – BUKU BERGAMBAR
Seperti halnya demokrasi
sendiri, parlemen dalam
sistem demokrasi adalah
sebuah
“eksperimen yang hasilnya
belum diketahui”, atau
akhir perkembangannya tidak
pasti. Ia seperti
jalan menuju masa depan
“yang selalu dalam tahap
pembangunan”.
Parlemen negara bagian
pun seperti itu.
Karena itu mekanisme
kerja dan tugas-tugas
mereka harus selalu
“up to date”
atau diperbaharui dan
oleh sebab itu
reformasi parlemen adalah suatu tugas yang terus menerus dan
tidak mudah. Martin
E. Süsskind memperjelas
kesulitan tersebut dalam
tulisannya di surat
kabar
Süddeutsche tertanggal 14 Juni 1995:
“Reformasi
parlemen tetap tidak
memuaskan karena publik
di luar memiliki
pandangan yang sama
sekali berbeda dari
apa yang dilakukan
oleh orang-orang di
dalam parlemen. Publik
menginginkan adanya perdebatan
yang serius dan
30
sekaligus
menghibur di Landtag
yang dipadati anggotanya;
publik menginginkan
keputusan-keputusan
yang meyakinkan. Publik
menyukai perselisihan, tapi
membencinya bila perselisihan
itu tidak sehat.
Publik menghendaki adanya
kontroversi,
tapi juga menyukai
harmoni. Jadi, apa
yang dikehendaki oleh
publik itu
tidak lain daripada
sebuah parlemen seperti
dalam cerita buku
bergambar atau
komik. Itu tidak akan terjadi dan tidak mungkin terjadi. Dan
oleh karena itu, reformasi
parlemen sebaiknya difokuskan
pada pendekatan yang
bertujuan pada tercapainya
situasi ideal parlemen.”
Upaya-upaya
untuk mencapai keadaan
ideal tersebut misalnya
adalah bagaimana
caranya membuat perdebatan-perdebatan dalam
rapat pleno menjadi
lebih
menegangkan dan bagaimana
membuat kerja parlemen
menjadi lebih transparan.
Tapi mungkin saja
ada hal lain
yang perlu diperhatikan
dalam usaha mencapai
keadaan ideal tersebut. Carlo Schmid mendriskipsikannya
sebagai berikut:
“Jika rakyat dapat
berkata parlemen akan
membela kami ,
maka parlemen itu
akan
dicintai oleh rakyat.
Karena rakyat tidak
ingin melihat parlemennya
sebagai
kumpulan
“orang-orang ahli”, sebagai
perpanjangan birokrasi yang
berdiskusi,
sebagai kumpulan teknokrat,
melainkan sebagai sarana
yang – dan
saya ingin
katakan: sangat mendesak – mementingkan faktor emosi
rakyat.”
Catatan dari Carlo
Schmid yang terkait
dengan stabilitas harga
roti pada awal
tahun
50-an ini tetap
aktual. Karena parlemen
tidak hanya sebagai
“jantung demokrasi”,
tapi ia juga harus dapat mengambil hati rakyat (Bandingkan
h. 30).
ANGGOTA PARLEMEN
1. MAHLUK TAK DIKENAL
Warga – kabarnya
– hampir tidak
tahu apa yang
dilakukan oleh anggota
parlemen.
Apa yang mereka ketahui seringkali salah dan karena itu
mereka memiliki gambaran
buruk tentang anggota
parlemen. Surat kabar
Süddeutsche menggambarkan hal
ini
sebagai berikut:
“ Anggota parlemen
adalah wakil rakyat.
Akan tetapi rakyat
tidak menyukai mereka.
Di mana-mana mereka
dikritik terlalu gemuk,
malas dan menyukai
pesta. Apa yang
sebenarnya
mereka kerjakan, hanya
sedikit yang tahu.
Tapi semua orang
tahu apa
yang harusnya mereka
lakukan. Mereka harus
mengadakan uang pensiun,
31
menghalangi
praktek penggusuran, menghitung
kembali biaya yang
melonjak dan
menjaga perdamaian dunia.”
Fakta ini membuat
para ahli politik
mendiagnosa bahwa sejak
bertahun-tahun telah
terjadi krisis hubungan
yang buruk antara
rakyat dengan anggota
parlemen. Dan
sebagai terapi mereka
mengusulkan agar warga
tidak lagi mengurusi
para anggota
parlemen.
Saran ini
penting, tapi kurang
mengena. Karena “krisis hubungan” antara
rakyat dan
anggota parlemen tidak
hanya disebabkan kurangnya
informasi, tetapi juga
karena
alasan lain. Misalnya, di masyarakat luas masih saja ada
pandangan bahwa mencari
nafkah dari atau
dengan aktivitas di
politik itu sifatnya
“tidak serius”. Dalam
pandangan ini terbersit
klise politik, yakni
bahwa politik tidak
lebih dari “pekerjaan
kotor”. Namun di
sisi lain terlihat
keinginan akan munculnya
anggota parlemen yang
ideal, yakni anggota
parlemen yang datang
dari tokoh-tokoh masyarakat
yang tidak
hidup dari politik
melainkan hidup untuknya
(bandingkan h. 58).
Ketidakharmonisan
hubungan antara rakyat
dan anggota parlemen ini
tidak dapat diubah hanya
dengan
cara memberikan informasi
tambahan tentang anggota
dewan. Tapi informasi
itu
sendiri adalah langkah awal untuk keluar dari krisis
hubungan tersebut.
2. ANGGOTA PARLEMEN “KLASIK”
Gambaran tentang anggota
parlemen klasik yang
terdiri dari orang-orang
terhormat
(Honoratiorenparlamentarier)
berasal dari zaman
sebelum dan setelah
musyawarah
nasional di Frankfurt
pada tahun 1848.
Yang menjadi anggota
parlemen ketika itu
adalah pemilik tanah
yang terkenal dan
kaya di daerahnya,
fabrikan, pejabat tinggi
negara atau pekerja
lepas yang kondisi
hartanya memungkinkan ia
untuk berpaling
kepada bidang politik
dan yang indenpenden
baik secara ekonomis
maupun politis
karena struktur partai
seperti sekarang ini
belum ada ketika
itu. Namun demikian,
para anggota parlemen ini ketika itu tidak berada di era
keemasan melainkan zaman
tanpa kekuasaan. Karena
itu mereka, seperti
halnya parlemen itu
sendiri, tidak
dapat berbuat banyak.
Tepat 100 tahun
kemudian tertera dalam
sebuah keputusan Pengadilan
Tinggi
Konstitusi Federal:
32
“Kita semakin jarang
menemukan tipe anggota
parlemen terhormat
(Honoratiorenparlamentarier)
yang indenpenden dan
dipilih sebagai pribadi
tunggal
yang keberadaan ekonominya
tidak terganggu dan
tidak ada hubungannya
dengan
terpilihnya ia sebagai
anggota parlemen. Bisa
jadi tipe anggota
parlemen seperti ini
sudah punah karena beberapa alasan tertentu.”
Sedikit banyak perkiraan
itu ada benarnya,
karena hak untuk
memilih dan dipilih
adalah hak umum, hak semua orang. Karenanya, hak ini
menyebabkan parlemen –
dengan hak istimewanya
tidak lagi hanya
merepresentasikan satu lapisan
masyarakat,
melainkan juga mewakili
seluruh rakyat. Dan
dengan hak memilih
dan
dipilih bagi semua itu, rakyat biasa pun dapat menjadi
anggota parlemen.
Meskipun
perkembangan ini disadari
oleh masyarakat, tetap
saja gambaran tentang
adanya anggota parlemen
dari tokoh masyarakat
yang indenpenden secara
ekonomis dan politis
diidamkan banyak orang.
Tetapi itu tidak
ada hubungannya
dengan masa sekarang.
Karenanya, hal itu
tidak dapat lagi
dijadikan ukuran bagi
anggota parlemen di zaman demokrasi parlementer dewasa ini.
3. ANGGOTA PARLEMEN DEWASA INI
Anggota parlemen di
negara bagian Rheinland-Pfalz –
seperti juga rekannya
di
parlemen-parlemen
negara bagian lain
– dinominasikan dan
didaftarkan oleh
partainya untuk dipilih.
Untuk dapat masuk
daftar caleg, seorang
calon setidaknya
harus telah bekerja
untuk partainya selama
10 tahun. Setelah
proses pemilihan,
mereka tetap menjadi
“pemimpin partai”. Menurut
penelitian terkini sebanyak
75%
dari anggota dewan
di Jerman bagian
barat dan 68% di
bagian
timur menduduki
jabatan pimpinan atau
dalam dewan pengurus
partai. Karena itu,
berdasarkan
sepanjang
riwayat karir politiknya,
para anggota parlemen
itu disebut juga
politisi
partai. Ada juga
yang menyebut mereka
“tentara partai”, misalnya
oleh mantan
menteri federal Apel.
Mayoritas dari anggota
parlemen negara bagian
(Landtag) tidak hanya
aktif untuk
partainya,
tetapi mereka juga
aktif di tingkat
daerah (komunal): 17%
sebagai camat
kehormatan atau wakilnya dan lebih dari 40% anggota dalam
dewan kecamatan dan
dewan kota atau
dewan kelurahan. Ada
dugaan bahwa jumlah
politisi daerah
(komunal) dalam Landtag
akan lebih besar
andaikata tidak ada
undang-undang
33
yang menyebutkan bahwa
walikota dan wakilnya
tidak boleh sekaligus
menjadi
anggota Landtag. Tujuan
dipisahkannya jabatan struktural
dalam kantor daerah
dan
jabatan sebagai anggota
parlemen – pemisahan
ini disebut juga
inkompatibilitas –
adalah untuk mencegah
koalisi kepentingan. Pemisahan
ini juga berlaku
untuk
hubungan antara jabatan
sebagai anggota parlemen
dengan jabatan-jabatan publik
yang lain.
Anggota parlemen dewasa
ini berasal dari
berbagai lapisan masyarakat.
Misalnya
yang menjadi anggota
Landtag ke-13 sekarang
adalah 3 orang
dokter, 10
pengacara, 4 dari
bidang pertanian (petani)
dan petani kebun
anggur , 6
ibu rumah
tangga dan 21 mantan
guru. Namun tidak
ada pengusaha, cendikiawan dan
tukang,
atau jumlah mereka
sangat sedikit. Ini
berarti Landtag di
negara bagian Rheinland-Pfalz, seperti juga di
parlemen-parlemen lainnya, tidak mencerminkan satu parlemen
yang anggotanya berasal
dari dunia profesi.
Parlemen Rheinland-Pfalz lebih
tepat
dikatakan
sebagai lembaga atau
tempat kerja yang
diisi oleh mayoritas
mantan
pegawai di bidang
publik. Toh ini
bukanlah hal baru.
Heinrich von Gagern,
ketua
Perkumpulan Gereja Paul
pada tahun 1841 menulis kepada saudara laki-lakinya:
“Majelis baru Hessen
akan semakin menyedihkan
dibandingkan dulu, artinya
lebih
banyak abdi negara
yang menjadi anggotanya
dan semakin sedikit
anggota yang
indenpenden.”
Ada banyak alasan
mengapa sampai hari ini
komposisi anggota parlemen
tidak
sepadan.
Artinya, profesi tertentu
lebih dominan dari
profesi lain. Salah
satu
alasannya adalah masalah waktu. Banyak orang dengan profesi tertentu tidak
dapat
menjadi anggota parlemen karena terhalang oleh waktu.
30 dari 101
anggota parlemen adalah
perempuan. Jumlah ini
berarti tiga kali
lipat
lebih besar daripada
20 tahun yang
lalu dan lima
kali lebih besar
daripada ketika
Landtag pertama terbentuk,
yakni pada 1947
dan 1959. Apa
yang terjadi di
parlemen negara bagian
Rheinland-Pfalz, terjadi pula
di parlemen-parlemen negara
bagian lain, yaitu
meningkatnya jumlah anggota
parlemen perempuan. Di
negara
bagian Schleswig-Holstein jumlahnya saat ini bahkan mencapai
40%.
40 anggota diantaranya
baru pertama kali
menjadi anggota Landtag,
28 terpilih
untuk kedua kalinya,
17 menduduki masa
jabatan ketiga kalinya
dan 5 telah
terpilih
34
untuk kelima kalinya,
bahkan 3 orang
untuk keenam kalinya.
Dari fakta ini
dapat
disimpulkan
bahwa mereka yang
pernah terpilih menjadi
anggota parlemen punya
kesempatan besar untuk
terpilih kembali, paling
tidak untuk masa
jabatan
berikutnya. Dari seluruh
anggota ini banyak
yang berhasil terpilih
karena aktivitas
dan peran politik
mereka di tingkat
komunal (setingkat kabupaten
atau kotamadya)
di wilayah Rheinland-Pfalz.
4. KESEHARIAN ANGGOTA
PARLEMEN
“Menjadi anggota dewan
itu bukanlah suatu
profesi”, demikian pendapat
Dolf
Sternberger pada tahun
1950, dan 20
tahun kemudian, mantan
Presiden Federal
Walter Scheel mengatakan
bahwa menjadi anggota
parlemen itu memang
suatu
pekerjaan, tapi “pekerjaan
tanpa gambaran profesi”.
Sementara itu ada
banyak
penelitian yang menyebutkan
bahwa aktivitas sebagai
anggota parlemen itu
adalah
sebuah profesi. Hans Magnus Enzenberger menjelaskannya
seperti ini:
“Jelas bahwa kegiatan
utama seorang politisi
adalah mengikuti rapat.
Semua
bersidang.
Gremium bersidang, fraksi
bersidang, komisi-komisi, sub-sub
komisi,
dewan-dewan,
perkumpulan, kamar-kamar, pokja-pokja,
jam bincang-bincang, jam
diskusi, dsb. Seorang
yang berprofesi sebagai
politisi menghabiskan bertahun-tahun, bahkan mungkin berpuluh-puluh
tahun hidupnya untuk rapat.”
Meski pendapat di
atas kedengarannya sangat
sarkastis, tapi tentu
saja ada
benarnya. Karena pada
kenyataannya konsultasi tentang
pembuatan UU diadakan
dalam rapat, pertanyaan-pertanyaan anggota
parlemen terhadap pemerintah
dijawab dalam rapat
dan prakarsa-prakarsa lain
juga dibahas dalam
rapat. Oleh
karenanya ada jadwal rapat Landtag yang pada prinsipnya
sesuai dengan pola yang
sederhana.
Sekali dalam sebulan
– biasanya dua
atau tiga hari
berturut-turut –
diadakan rapat pleno;
dua minggu dalam
setiap bulan adalah
waktu untuk rapat
komisi dan satu
minggu masing-masing untuk
rapat fraksi dan
kelompok kerja
(Pokja). Jadi, hari
beberapa hari saja
dalam sebulan yang
tidak diisi dengan
rapat.
Artinya, para anggota
parlemen menghabiskan sebagian
besar waktu kerja
mereka
untuk kerja parlemen yang sebenarnya.
Selain hal-hal yang
disebut di atas, masih ada
tugas lain anggota parlemen.
Mereka
harus memelihara hubungan
dengan basis politik
mereka, membimbing warga
35
dalam daerah pemilihan
mereka, menjaga hubungan
dengan daerah (komune),
melakukan
kewajiban partai, menjaga
hubungan dengan organisasi-organisasi,
perkumpulan-perkumpulan
dan klub-klub dan
akhirnya membuat aktivitas
mereka
dikenal orang. Mereka
harus melakukan wawancara
dan bincang-bincang tentang
latar belakang. Pengabdian
kepada masyarakat perlu
dilakukan demi terbukanya
peluang untuk terpilih kembali.
Apabila
tugas-tugas di atas
dirangkum, maka anggota
parlemen adalah suatu
kombinasi dari “pekerja partai, wakil dari kepentingan warga
di daerah pemilihannya,
penasehat hukum ‘common sense’ serta teknisi pembuat UU”.
5. Profesi sebagai anggota parlemen
“Coba Anda tebak,
apa persamaan antara
anggota parlemen dan
regu penolong?”
Pertanyaan ini pernah
dilontarkan oleh anggota
Bundestag (Parlemen Federal)
Würfel kepada rekan-rekannya menjelang
tengah malam, ketika
rapat Bundestag
sedang
berlangsung. “persamaannya adalah
kesediaan mereka untuk
bertugas
sehari semalam.”
Karena tidak ada
mesin pencatat waktu
datang dan waktu
pulang untuk para
anggota
parlemen, pernyataan mereka
tidak dapat ditelusuri.
Mungkin juga mereka
terlalu
berlebihan dalam membuat
pernyataan tersebut. Tapi
memang perlu diakui
bahwa beban kerja
anggota parlemen tidaklah
ringan. Hal ini
ditunjukkan oleh
semua penelitian yang
relevan. Pada tahun 1975 saja Mahkamah Konstitusi Federal
berkesimpulan:
“Sesuai dengan hasil
penelitian para ahli,
anggota parlemen yang
di samping
aktivitasnya
sebagai anggota masih
mencoba – untuk
paling tidak –
menjalankan
profesinya
secara sambilan, biasanya–dan
mau tidak mau–
harus bekerja antara
80
sampai 120 jam per minggu.”
Anggota parlemen daerah
(Landtag) juga mengalami
hal yang sama.
Anggota
Landtag
Schleswig-Holstein misalnya, rata-rata
bekerja sekitar 70
jam per minggu,
dan anggota Landtag
Niedersachsen sekitar 77
jam. Separuh dari
seluruh jam kerja
itu dialokasikan untuk
kerja di parlemen,
sepertiganya untuk kerja
di daerah
pemilihan dan sisanya
untuk tugas-tugas lain.
Jadi, anggota Landtag
tidak hanya
36
politisi partai, tapi
juga Berufpolitiker atau
berprofesi sebagai politisi.
Ada yang
menyambut baik hal
ini karena memang
itu sesuai tuntutan
seorang anggota
parlemen dan sesuai dengan beban yang harus diterima. Akan
tetapi, ada juga yang
mengritik hal itu
karena akan menyebabkan
seorang anggota parlemen
lebih
banyak
mementingkan pekerjaan untuk
partainya daripada berkonsentrasi penuh
pada pekerjaannya sebagai anggota parlemen.
Beberapa anggota parlemen
kurang menginvestasikan waktu
untuk pekerjaannya
sebagai penerima mandat,
dan di samping
itu masih pula
menjalankan profesi
mereka semula. Bagi mereka, menjadi
anggota Landtag hanyalah
kerja sambilan
atau kerja paruh
waktu. Tapi kenyataannya,
jumlah anggota parlemen
yang seperti
itu sangatlah kecil, atau bahkan bisa dikatakan
pengecualian.
6. TENTANG “BUNGA LILI DI LADANG”
“Dalam sebuah negara
demokrasi” – demikian
tulis Theodor Eschenburg
– “rakyat
berpandangan
bahwa politisi hidup
seperti bunga lili
di ladang alias
harus mewakili
rakyat, dan rakyat
sangat kesal karena
sebegitu pun mereka
tak mampu
melakukannya.”
Padahal parlemen –
seperti yang baru-baru
ini dapat dibaca
dalam artikel harian
Mannheimer
Morgen – “lebih
enak dibandingkan dengan
lembaga lain”. Empat
juta
penduduk
Rheinland-Pfalz membayar rata-rata
13,- DM pada Landtag setiap
tahunnya. Sama halnya
untuk tingkat federal
karena setiap penduduk
Jerman
membayar – dilihat
secara statistik –
tepatnya 12,-DM untuk
Bundestag (Parlemen
Federal) dan Bundesrat (Dewan Federal). Jumlah yang harus
dibayarkan oleh rakyat
ini juga seperti
di negara-negara demokrasi
lain. Warga Amerika
Serikat misalnya,
membayar untuk kedua kamar
kongres mereka (Perwakilan Rakyat
dan Senat) rata-rata sama besarnya
dengan warga Jerman,
yakni 12,45 DM.
Jika dibandingkan
bahwa satu rumah
tangga dengan empat
kepala di Jerman
menghabiskan sekitar
30,- DM untuk
rokok dan 90,-DM
untuk minuman beralkohol
per bulannya, maka
biaya untuk parlemen nampaknya relatif kecil.
Hal yang sama
dapat pula berlaku
menyangkut besarnya gaji
anggota parlemen.
Setiap bulannya anggota
parlemen menerima sekitar
9000,- DM sebagai
gaji pokok
dan 2200,-DM sebagai
tunjangan umum. Gaji
pokok dipotong pajak,
sementara
37
tunjangan umum digunakan
untuk keperluan membayar
staf serta biaya
kantor dan
transport. Untuk jam
kerja antara 60
hingga 70 jam
per minggu, jumlah
gaji itu tentu
tidak sesuai, apalagi anggota parlemen tidak memperoleh gaji
ke-13 atau ke-14.
Meskipun begitu, setiap
ada kenaikan gaji
bagi anggota parlemen
pasti
menimbulkan
kritik, karena kenaikan
gaji itu biasanya
mereka sendiri yang
mengatur. Tapi yang mengritik lupa bahwa menurut konstitusi,
kenaikan gaji anggota
parlemen memang hanya dapat diputuskan oleh mereka sendiri.
Mereka tidak punya
‘majikan’ yang dapat menggantikan mereka untuk membuat
keputusan tersebut. Jika
gaji anggota parlemen
dinaikkan, biasanya kebanyakan
parlemen mendasari
kenaikan itu pada perkembangan pendapatan dan harga secara
umum.
7. BERAPA BANYAK ANGGOTA PARLEMEN YANG DIBUTUHKAN NEGARA?
Bundestag
(Parlemen Federal) terdiri
dari 669 anggota;
jumlah anggota parlemen
masing-masing
negara bagian jauh
lebih sedikit. Jumlahnya
mulai dari 221
anggota
dalam parlemen negara
bagian Nordrhein-Westfalen dan
51 anggota di
negara
bagian Saarland. Sementara dengan 101 anggota, Landtag
Rheinland-Pfalz berada
di tengah.
Besarnya jumlah anggota
parlemen berbanding lurus
dengan jumlah penduduk
di
negara bagian bersangkutan.
Di Rheinland-Pfalz misalnya, setiap
anggota parlemen
secara rata-rata mewakili
hampir 40.000 penduduk,
sementara rekan mereka
di
Baden-Württemberg
mewakili 85.000 penduduk
dan di Mecklenburg-Vorpommern
28.000.
Beragamnya
jumlah anggota parlemen
ini telah menimbulkan
diskusi di tingkat
federal dan di
masing-masing negara bagian,
termasuk di Rheinland-Pfalz, apakah
jumlah anggota parlemen
perlu dikurangi. Andaikata
ya, maka jumlah
menteri pun
akan dikurangi, bagian
kepegawaian dan aparat
negara secara keseluruhan
juga
mengalami
pelangsingan. Ada yang
menganggap bahwa dengan
dikuranginya
jumlah anggota parlemen,
maka pekerjaan, khususnya
bagi fraksi-fraksi kecil,
akan
menjadi sangat sulit, terlepas dari aspek penghematan dana.
38
Akhir dari diskusi
mengenai hal ini
masih belum jelas,
termasuk di Rheinland-Pfalz.
Tentu saja pemikiran-pemikiran yang
telah diindikasikan sebelumnya
akan terus
mengalir:
- Demokrasi perwakilan
adalah demokrasi komunikatif
di mana dialog
antara rakyat
dan wakilnya di parlemen sangat penting (bandingkan h.18)
- Faktor media:
media tidak sempurna
dalam menyampaikan kepada
warga tentang
apa yang dituntut
dan diputuskan di
Landtag dan apa
yang dibahas dan
direalisasikan pemerintah negara bagian (bandingkan h. 24)
Karena itu, tugas anggota parlemen untuk menyampaikan
kebijakan kepada warga –
yakni kebijakan di
negara bagian dan
juga kebijakan tentang
Eropa (Europapolitik)
semakin perlu disadari.
Karena di dalam
institusi-institusi Eropa dibuat
keputusan-keputusan penting yang
harus diinformasikan langsung
kepada warga. Dalam
konteks ini, demokrasi parlementer juga berarti “kedekatan
dengan rakyat”.
8. ANGGOTA PARLEMEN DAN KEBEBASAN WARGA
Demokrasi – demikian
tertera di awal
brosur ini –
adalah sebuah bentuk
negara
yang rumit. Siapa
yang telah membaca
sampai halaman ini
dari buku kecil
ini akan
membenarkan
pernyataan tersebut. Karena
pelaksanaan kekuasaan negara
secara
demokratis bagi rakyat membutuhkan bermacam-macam proses
yang rumit.
Namun, barang siapa
yang menganggap bahwa
demokrasi hanyalah kumpulan
dari
proses-proses
tersebut, ia keliru.
Demokrasi lebih dari
itu. Pertama demokrasi
memungkinkan
terartikulasinya serta didiskusikannya kepentingan-kepentingan,
kebutuhan dan keinginan
rakyat secara terbuka
dan kontroversial, termasuk
juga di
parlemen.
Demokrasi juga berarti
undangan kepada warga
untuk ikut serta
dalam
proses diskusi dan ikut bertanggung jawab.
Selain itu, demokrasi
juga bertujuan menjamin
kebebasan dalam arti
sebenarnya,
misalnya
kebebasan beragama, kebebasan
berkeyakinan, kebebasan berpendapat,
kebebasan pers dan
kebebasan dalam memilih
profesi. Contoh-contoh jaminan
kebebasan di atas
merupakan tujuan penting
dari demokrasi, yang
dalam
prakteknya dapat dilihat
sebagai berikut: demokrasi
ingin memperlancar diskusi
terbuka,
memberikan peluang kepada
warga untuk bertanggungjawab terhadap
diri
sendiri dan menjamin
kebebasan mereka. Tujuan-tujuan
demokrasi ini sekaligus
39
juga tugas terhormat
bagi parlemen dan
anggota parlemen. Jadi,
dalam konteks ini,
anggota parlemen tidak
hanya merupakan wakil
rakyat tetapi juga
penjaga
kebebasan
mereka. Karena di
mana ada kekuasaan,
di situ juga
ada kemungkinan
penyalahgunaannya. Dan di mana ada ancaman
penyalahgunaan kekuasaan, maka
kebebasan rakyat pun
akan terancam. Sebagai
kesimpulan mungkin dapat
diangkat
pernyataan teolog Reinhold Niebuhr:
“Akal budi manusia
yang berpihak pada
keadilan memungkinkan terciptanya
demokrasi;
kecenderungan manusia kepada
ketidakadilan membuat demokrasi
sangat dibutuhkan.”
DEMOKRASI SEBAGAI BENTUK KEHIDUPAN
Sebagai bentuk negara,
demokrasi – seperti
telah dibahas sebelumnya
– harus
menjamin
kebebasan rakyat dan
keadilan sosial. Tugas
ini tidak hanya
milik
lembaga-lembaga
pemerintah, namun rakyat
juga harus ikut
andil di dalamnya.
Karena itulah dalam uraian di atas muncul istilah “warga
aktif” (Mitmachgesellschaft).
Tetapi, jika warga
hanya mengenal dan
menggunakan hak-hak warga
negara saja,
itu tidak cukup.
Mereka harus mempunyai
kesempatan untuk melatih
dan
menerapkan
hak-hak demokratis dan
kebajikan-kebajikan demokratis, misalnya
di
sekolah, di universitas,
di perusahaan dan
di dalam keluarga.
Karena itu, demokrasi
bukan saja suatu
bentuk negara, melainkan
juga suatu bentuk
kehidupan. Mantan
Presiden Federal Theodor
Heuss telah mengisyaratkan hal
ini dalam pidato
pencalonannya di depan
Bundestag (Parlemen Federal
Jerman) dan Bundesrat
(Dewan Federal) pada
tahun 1949. “Kita
menginginkan” – katanya
sembari
melemparkan pandangan ke arah penemu Undang-Undang Dasar –
“suatu sistem demokrasi
yang menjamin kebebasan
dan stabil, yang
ekonominya
kuat dan bersifat
sosial, lebih demokratis
daripada Republik Weimar.
Tapi yang
lebih penting adalah
bahwa kita tidak
menghendaki demokrasi hanya
sebagai
bentuk negara dan
pemerintah, tetapi juga
sebagai bentuk kehidupan,
sebagai
norma atau nilai yang membentuk kehidupan kita.”
40
Tetapi ini tidak
berarti bahwa bentuk-bentuk
penentuan kehendak negara
atau
pengambilan
keputusan, misalnya keputusan
mayoritas, dapat dialihkan
begitu saja
kepada rakyat. Benarlah
apa yang dikatakan
oleh Willy Brandt:
“Demokrasi tidak
boleh sedemikian jauhnya
sehingga di dalam
keluarga pun harus
diadakan
pemilihan suara siapa yang menjadi bapak.” Mengejawantahkan
nilai-nilai demokrasi
di sekolah, universitas
dan di tempat
kerja tujuan utamanya
adalah untuk
mengajarkan
tindakan yang mandiri,
melatih rasa toleransi
terhadap pendapat,
kepentingan dan bentuk
kehidupan yang berbeda
dan untuk mengenali
budaya
berselisih
secara demokratis di
mana aturan main
standarnya adalah mampu
menjadi
pendengar, membiarkan orang
lain berbicara dan
fairplay. Fokus dari
sebuah
masyarakat demokratis adalah
tanggungjawab terhadap diri
sendiri dan ikut
serta
bertanggungjawab – dimana
ikut bertanggungjawab dapat
dilakukan dalam
banyak bentuk, khususnya
melalui aktivitas dalam
perkumpulan atau organisasi,
aktivitas membantu remaja atau melalui kegiatan membantu
warga lansia.
Jadi, negara demokrasi
membutuhkan masyarakat demokratis.
Keduanya saling
membutuhkan satu sama
lain. Tanpa ada
sistem demokrasi, tidak
ada masyarakat
demokratis,
begitu pula sebaliknya.
Karena itu, menjadikan
demokrasi sebagai
bentuk negara dan
kehidupan adalah tugas
yang terus menerus
dan berkelanjutan.
Dan, apa yang dikatakan oleh Benjamin Franklin –
setelah kesepakatan konstitusi di
Philadelphia – cocok
untuk menggambarkan perlunya
pemeliharaan demokrasi
secara terus menerus:
“Kita akan memiliki
demokrasi sebagai bentuk
negara dan
kehidupan jika kita mengenggamnya.”
“DEMOKRASI AKAN KITA
MILIKI, JIKA KITA MENGGENGGAMNYA”
Demokrasi parlementer
sebagai pedoman
Prakata
Kepuasan rakyat terhadap
demokrasi parlementer semakin
berkurang. Berdasarkan
hasil jajak pendapat
dari lembaga pemantau
pemilu (Forschungsgruppe Wahlen),
tingkat kepuasan rakyat
yang pada awal
tahun 80-an mencapai
80% saat ini
menurun menjadi 56%
di negara-negara bagian
lama dan 34%
di negara-negara
bagian baru. Jajak pendapat itu juga menunjukkan semakin
besarnya jarak –
khususnya antara orang-orang muda dengan parlemen dan
partai.
Apa yang dapat
dan harus dilakukan
untuk mengatasi masalah
ini? Buku saku
ini
akan memberikan sedikit
masukan. Tujuan buku
ini adalah memberi
rangsangan
berpikir tentang demokrasi,
parlemen dan anggotanya,
serta untuk merenungi
apa
yang dapat disumbangkan oleh
setiap individu agar
demokrasi semakin kuat.
Karena demokrasi harus terus dijaga.
Pertanyaan
tentang apakah kita
telah memiliki demokrasi,
dijawab oleh Benjamin
Franklin setelah musyawarah tentang konstitusi pada 1787:
“Kita memiliki demokrasi
jika kita menggenggamnya.”
Christoph Grimm
Ketua Parlemen Negara Bagian Rheinland-Pfalz
DEMOKRASI SEBAGAI BENTUK NEGARA
1. RUMITNYA DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk
negara yang sulit.
Yang pernah berpartisipasi dalam
pemilihan anggota Parlemen
Federal atau Parlemen
Negara Bagian tahu
betapa
rumitnya
demokrasi. Konon, suara
kedua lebih penting
dari suara pertama.
Lalu,kita
tahu bahwa di
samping mandat, yang ada pula apa yang
disebut dengan Überhang-dan Ausgleichsmandat (mandat
tambahan dan mandat
penyeimbang). Selain itu,
bagi partai penting
sekali untuk melewati
klausul 5% demi
“kelangsungan hidup”
mereka.
Ahli politik Theodor
Eschenburg dalam wawancaranya
dengan surat kabar
ZEIT
menjabarkan mengapa demokrasi itu begitu rumit:
“Jika saya menghendaki
kebebasan maka saya
harus tahu cara
mengorganisirnya.
Jika saya tidak
lagi menghendaki sistem
kerajaan dan kebangsawanan
di mana
hanya tiga atau empat atau lima orang yang
bermufakat, tetapi menghendaki sistem
demokrasi, maka itu
artinya, mau tidak
mau saya harus
membangun sistem atau
konstruksi yang rumit.
Begitu ada lebih
dari 100 orang
yang berpartisipasi dalam
sebuah musyawarah, saya harus mengorganisasikannya.”
Dan kesimpulan pentingnya:
“Demokrasi harus benar-benar
jelas. Demokrasi adalah
bentuk pemerintahan yang
begitu rumit sehingga
orang hanya akan
memahaminya jika ia
telah dipelajari
dengan baik sebelumnya”
Jadi, kita harus
“menjelaskan” dulu apa
itu demokrasi. Karena
hanya yang tahu
demokrasi dan cara
fungsinya sajalah yang
akan mengenali nilai
demokrasi,
mendukungnya
serta mengorganisasikannya, dan
bahkan mungkin
memperjuangkannya.
2. DEMOKRASI ADALAH SEBUAH BUKU DENGAN BANYAK HALAMAN
Kita buka halaman
pertama: Negara Jerman
adalah negara federasi
yang
demokratis dan Rheinland-Pfalz adalah
negara bagian Jerman
yang demokratis,
demikian
tertulis dalam UUD
atau Konstitusi negara
bagian. Tetapi, apa
itu negara
7
demokratis dan apa
artinya demokrasi? Ternyata demokrasi
tidak hanya rumit
tetapi
juga memiliki sangat banyak sudut pandang seperti yang
ditunjukkan kutipan-kutipan
berikut ini:
“Demokrasi adalah kekuasaan rakyat, oleh rakyat, untuk
rakyat.”
Abraham Lincoln
“Demokrasi berarti ikut campur dalam urusan sendiri”
Max Frisch
“Demokrasi tidak lain adalah
membiarkan orang berbicara
dan memiliki kemampuan
untuk mendengar.’
Heinrich Brüning
“Demokrasi
berangkat dari pandangan
bahwa melalui adu
gagasan pada akhirnya
orang akan mendapatkan sesuatu yang sangat dekat dengan
kenyataan.”
Hanry Kissinger
“Tentu saja keliru
menganggap bahwa dengan
demokrasi semua kehendak
rakyat
dapat dipenuhi. Namun,
manakala kita melihat
upaya untuk membuat
keputusan
menyangkut
kepentingan yang berbeda
tidak lagi dengan
pisau dan pistol
(baca:kekerasan)
melainkan melalui pemungutan
suara, maka itu
adalah proses
yang lebih manusiawi dan beradab.”
Robert Musil
“Demokrasi bukan berarti
memilih yang terbaik
untuk berkuasa dan
menjalankan
politik yang terbaik,
tetapi demokrasi adalah
kesempatan untuk meninggalkan
pertumpahan darah dalam perebutan kekuasaan”
Karl Popper
“Demokrasi
bertujuan pada partisipasi
rakyat dalam membentuk
kehendak
pemerintah dan pada
keleluasaan individu dalam
menentukan nasib sendiri
yang
seluas mungkin.”
Helmut Simon
8
“Dalam demokrasi setiap
orang boleh berkata
apa yang ia
pikirkan – meskipun
ia
tidak dapat berpikir.”
Peter Bamm
“Demokrasi tidak boleh
terlalu berlebihan –
sehingga dalam keluarga
pun harus ada
voting siapa yang menjadi bapak.”
Willy Brandt
Jadi, demokrasi itu memiliki banyak sudut pandang dan rumit,
tapi apa intinya?
3. DEMOKRASI BERARTI DEMOKRASI PERWAKILAN
Terjemahan kata “demokrasi”
yang berasal dari
bahasa Yunani itu
berarti
“kekuasaan
rakyat”. Seperti yang
termaktub dalam konstitusi
negara bagian kita,
kekuasaan negara bukan
terletak di tangan
individu (seperti dalam
sistem monarki)
atau kelompok (seperti
dalam sistem aristokrat),
melainkan seluruhnya di
tangan
rakyat. Dan “seluruh
kekuasaan negara berasal
dari rakyat”. Demikian
disebutkan
dalam UUD. “Namun
– demikian pertanyaan
Bertolt Brecht –
“ke mana arah
demokrasi itu?”
Ada pandangan yang
berangkat dari idealisme
penentuan nasib sendiri
secara tak
terbatas, dan sejalan
dengan itu terbentuknya
pemerintahan sendiri oleh
rakyat.
Pandangan ini menyebabkan
munculnya istilah demokrasi
langsung di mana
rakyat
menentukan nasib sendiri
dan karena itu
tidak membutuhkan perwakilan.
Namun
demokrasi dalam bentuk
“murni” langsung ini tidak ada.
Karena setiap organisasi
–
juga sebuah negara
– hanya dapat
berfungsi jika memiliki
pimpinan. Karena itu,
rakyat hanya bisa
berkuasa jika ada
pimpinan. Apabila pimpinan
itu tidak ada
dan
karenanya semua merasa
berwenang untuk semua
hal, mungkin pada
akhirnya
tidak ada lagi
orang yang bertanggung
jawab. Ini khususnya
berlaku di negara-negara
modern yang memiliki
wilayah luas di
mana rakyat tidak
lagi dapat
dikumpulkan di lapangan untuk memberikan suaranya seperti
ketika di Athena klasik
dulu.
Karena itu, sistem
demokrasi yang ada
sekarang bukanlah demokrasi
langsung,
melainkan
demokrasi tidak langsung,
yang artinya demokrasi
perwakilan. Seperti
yang berlaku di
Republik Federal Jerman
dan juga di
Rheinland-Pfalz. Dalam
9
demokrasi
perwakilan, kekuasaan negara
dijalankan oleh para
wakil rakyat yang
dipilih rakyat untuk
masa jabatan tertentu.
Para wakil ini
bertanggung jawab
terhadap rakyat dan
wajib memberikan pertanggungjawaban dan
pada akhir masa
jabatan dapat dipilih kembali.
4. PEMILU DALAM SISTEM DEMOKRASI PERWAKILAN
Titik tolak demokrasi
perwakilan adalah pemilihan
wakil rakyat oleh
rakyat. Oleh
karena itu, hak
dasar politik yang
paling penting untuk
rakyat adalah hak
pilih. Hak
ini mencakup hak
memilih dan dipilih.
Yang pertama merupakan
hak pilih aktif,
sedangkan yang lainnya hak pilih pasif.
Di negara-negara yang
tidak menerapkan sistem
demokrasi juga diadakan
pemilihan.
Biasanya orang atau
partai yang akan
dipilih memperoleh hampir
100%
suara. Perbedaan antara
pemilihan seperti ini
dengan pemilihan dalam
sistem
demokrasi
terletak pada tidak
adanya pilihan lain
atau alternatif. Dibandingkan
dengan
negara-negara seperti ini,
negara dengan sistem
demokrasi memberikan
pilihan bagi pemilih
alias rakyat dalam
arti yang sebenarnya.
Yaitu pilihan di
antara
berbagai partai dan
kandidat. Oleh karenanya,
dalam negara demokrasi
pemilihan
bersifat bebas.
Yang berhak memilih dalam pemilihan anggota Parlemen Negara
Bagian Rheinland-Pfalz adalah semua
warga Jerman yang
telah genap berusia
18 tahun dan
setidaknya sejak tiga bulan menetap di Rheinland-Pfalz.
Pemilih memiliki dua suara.
Dengan suara pertama
dipilih 51 anggota
parlemen dari daerah
pemilihan
(Wahlkreisabgeordnete)
di 51 daerah
pemilihan. Namun yang
menjadi tolok ukur
hasil pemilihan bagi sebuah partai adalah suara kedua. Suara
kedua diberikan untuk
memilih calon melalui
daftar negara bagian
atau wilayah. Suara
kedua inilah yang
nantinya
menentukan berapa banyak
mandat dari 101
kursi Parlemen Negara
Bagian yang tersedia
diperoleh oleh setiap
partai. Jika sebuah
partai misalnya
memenangi 30 dari
51 mandat/kursi dari
daerah pemilihan, namun
setelah
penghitungan
hasil suara kedua
ia memperoleh 40
kursi, maka itu berarti
10 kursi
tambahan diberikan melalui pemilihan calon per daftar negara
bagian atau wilayah.
10
Pada pemilihan anggota
Parlemen Negara Bagian
tahun 1996 lalu
SPD meraih
39,8% dari suara
kedua, CDU 38,7%,
F.D.P. 8,9% dan
fraksi BÜNDNIS 90/DIE
GRÜNEN 6,9%. 5,7%
diraih oleh partai-partai lain atau tidak berlaku/sah.
5. DEMOKRASI PERWAKILAN DAN PEMBUATAN UU OLEH RAKYAT
Demokrasi perwakilan bukan berarti bahwa rakyat hanya
memiliki hak untuk memilih
wakilnya dan kemudian
pada akhir masa
jabatan mendemisionerkannya. Kalau
begitu adanya mungkin
tidak ada peristiwa
penting di antara
masa pemilihan itu.
Padahal
kenyataannya lain. Rakyat
memiliki serangkaian kemungkinan
untuk
berpartisipasi.
Termasuk di dalamnya
hak untuk mengajukan
proses referendum
(Volksbegehren)
dan hak untuk
mengeluarkan UU melalui
referendum. Hak ini
dimiliki setiap warga
di semua negara
bagian, tapi tidak
di tingkat federal.
Untuk
tingkat federal masih
terjadi perdebatan apakah
rakyat mampu membuat
keputusan
– misalnya tentang
reformasi pajak, uang pensiun atau kesehatan.
Ada yang berpendapat
rakyat tidak mampu
melakukannya. Rakyat “tidak
memiliki
pengetahuan
untuk itu dan
terlalu menonjolkan sisi
emosinya.” Oleh karena
itu,
pengajuan
dilakukannya referendum dan
pelaksanaan referendum itu
sendiri
merupakan “bonus untuk
setiap penghasut” (Theodor
Heuss). Akhirnya kekuasaan
jatuh di tangan
mereka yang merumuskan
permasalahan rakyat. Rakyat
hanya
dapat menjawab dengan “ya” atau “tidak”.
Sementara yang lain
berpendapat bahwa rakyat
sama baiknya, sama
matangnya
dengan para wakil
rakyat, dan karenanya
mampu membuat keputusan
tentang
masalah-masalah
penting. Heribert Prantl,
seorang wartawan, mengemukakan
alasan untuk masalah ini dalam surat kabar Süddeutsche
seperti berikut:
“Di Timur rakyat
kita telah meruntuhkan
rezim diktatur. Tapi,
barang siapa yang
sudah cukup dewasa
menuntun negara dari
sistem sosialis ke
demokrasi, maka ia
tidak boleh membiarkan
dirinya dikritik kurang
matang. Dan siapa
yang mampu,
seperti mereka di
wilayah barat, mengajarkan
kepada wakil-wakil mereka
untuk
memiliki
tanggung jawab terhadap
lingkungan, maka ia
cukup matang untuk
sekali-kali mengeluarkan pendapatnya dalam sebuah referendum.”
11
Pandangan mana yang
benar? Ada alasan
yang sama kuatnya
untuk kedua
pandangan tersebut. Apabila
pengajuan referendum dan
proses referendum ingin
diterapkan di tingkat
federal, maka perlu
perubahan UUD. Sebaliknya,
dalam
konstitusi
negara bagian Rheinland-Pfalz, plebisit
seperti ini telah
diantisipasi tetapi
dengan syarat yang
cukup rumit. Pengajuan
referendum harus didukung
oleh
seperlima dari jumlah
yang berhak memilih,
atau dukungan dari
sekitar 600.000
warga. Ini belum
pernah berhasil sejak
berdirinya negara bagian
Rheinland-Pfalz.
Karena itu ada
usulan untuk menurunkan
kuorum ini, yakni
menjadi sepersepuluh
dari total jumlah yang berhak memilih atau sekitar 300.000
warga.
6. DEMOKRASI PERWAKILAN DAN PARTISIPASI WARGA
Pengajuan
referendum dan pelaksanaan
referendum adalah proses
pembuatan UU
oleh rakyat. Selain itu masih ada jalan lain yang
memungkinkan terjadinya partisipasi
langsung warga dalam
penentuan keputusan politik.
Kemungkinan ini khususnya
terdapat di daerah
komune (setara dengan
Dati II: kabupaten/kotamadya). Karena
pengalaman
mengajarkan, bahwa kebutuhan
dan kesediaan untuk
berpartisipasi
dalam bidang politik
semakin besar manakala
urusan yang menyentuh
langsung
rakyat banyak semakin
tersentuh. Dan ini
umumnya terjadi di
tempat di mana
manusia itu hidup, misalnya di kelurahan atau di kota-kota.
Oleh karena itu, tatanan kehidupan politik di tingkat daerah
di wilayah negara bagian
Rheinland-Pfalz
memberikan serangkaian kemungkinan
bagi warganya untuk
berpartisipasi.
Di antaranya pemilihan
orang-orang yang akan
memilih kepala
kampung, lurah, walikota
dan camat. Dengan
cara ini para
pemilih di Rheinland-Pfalz dapat
menentukan sendiri siapa
yang menjadi pemimpin
di desa, di
kota atau
di daerah mereka.
Hak berpartisipasi ini
dilengkapi dengan beberapa
kemungkinan
lain yang diatur
dalam peraturan daerah
negara bagian Rheinland-Pfalz, misalnya
permohonan penduduk, pengajuan
referendum dan pelaksanaan
referendum.
Tanggapan warga cukup
baik. Ini dibuktikan
dengan bertambahnya jumlah
pengajuan
referendum dan pelaksanaan
referendum dan juga
tingginya tingkat
partisipasi dalam voting.
Beberapa bentuk baru
dari partisipasi terus
diuji-cobakan di beberapa
tempat
dengan tujuan lebih
meningkatkan partisipasi anak-anak
dan remaja dalam
12
penentuan keputusan politik. Misalnya dengan membentuk apa
yang disebut dengan
parlemen anak-anak dan
remaja. Selain itu
juga ada proyek-proyek
tersendiri di
mana anak-anak dan
remaja lebih diberikan
peluang untuk berpartisipasi. Juga
tuntutan untuk memberikan
hak pilih bagi
remaja yang telah
berusia 16 tahun
untuk
memilih dewan desa atau dewan kota bertujuan meningkatkan
partisipasi remaja.
7. DEMOKRASI PERWAKILAN BERARTI DEMOKRASI KOMUNIKATIF
Ekspresi “kekuasaan rakyat” secara langsung itu
tidak hanya berupa pembuatan UU
oleh rakyat (plebisit)
dan partisipasi warga
dalam penentuan keputusan-keputusan
politik yang lain. Tapi juga bisa berbentuk LSM-LSM, protes
rakyat dan demonstrasi.
Ekspresi-ekspresi ini tidak lain daripada bagian dari cikal
bakal demokrasi langsung.
Faktor yang tak
kalah pentingnya adalah
kebebasan berpendapat dan
informasi.
Kebebasan
berpendapat dan informasi
memungkinkan setiap individu
untuk
berpartisipasi
dalam proses pembentukan
kehendak dan opini
publik, dan dengan
demikian dapat ‘berdiskusi’ dengan politisi. Intinya ada
komunikasi antara politisi dan
warga. Dalam konteks ini, demokrasi adalah juga demokrasi
komunikatif.
Pada satu pihak
demokrasi komunikatif menuntut
adanya “kelompok partisipasi”
yang ikut ambil
bagian dalam penentuan
kebijakan dan bertanggung
jawab; di lain
pihak ia membutuhkan
anggota parlemen yang
memberikan informasi kepada
rakyat, yang mengikuti
perkembangan dan yang
melibatkan rakyat dalam
peristiwa
politik.
Idealnya komunikasi antara
warga dan politisi
dapat berupa proses
yang terus
menerus. Namun dialog
antara kedua pihak
seringkali tidak berfungsi.
Banyak
warga yang tidak
punya waktu untuk
mengurus masalah yang
menyangkut orang
banyak. Sementara yang
lainnya tidak berminat
dan sisanya memilih
diam karena
mereka tidak didengar dalam urusan partai politik.
Tapi ini bukan
berarti bahwa dialog
antara politisi di
satu pihak dan
rakyat di pihak
lain untuk sementara tidak ada atau bahkan terhenti sama sekali. Faktanya,
2.150.000 warga telah memberikan suara mereka pada pemilihan
anggota parlemen
negara bagian yang
lalu. Dan lebih
dari 130.000 warga
di Rheinland-Pflaz menjadi
anggota parpol dan 700.000 orang menduduki jabatan
kehormatan.
13
8. DEMOKRASI PERWAKILAN ADALAH DEMOKRASI PARTAI
Penghubung yang paling
penting antara rakyat
dengan wakil mereka
adalah partai
politik. Di satu
pihak parpol harus
mengakomodir keinginan dan
penderitaan warga
atau pemilihnya, di pihak lain mereka juga harus
menyampaikan usulan partai dalam
rangka
melibatkan warga dalam
pembentukan kehendak politik.
Demokrasi
perwakilan tidak dapat
berfungsi tanpa partai
politik. Demikian pendapat
Friedrich
Naumann ketika ia
mengatakan bahwa “tidak
ada gagasan politik
yang dapat
berhasil tanpa organisasi”.
Masalahnya
hanyalah apakah partai
mampu memenuhi tugas
ini secara memadai.
Banyak orang meragukan
hal tersebut. Mantan
Presiden Federal Richard
von
Weizsäcker telah mengritisi
partai pada 1985
dan beberapa tahun
kemudian surat
kabar
Frankfurter Allgemeine melakukan
hal yang sama
di mana dalam
edisi
tertanggal 3 September 1992 tertulis:
“Tidak ada sudut
yang tidak terjamah
kekuasaan partai. Jangkauan
kekuasaan
mereka mulai dari
tingkat atas di
parlemen hingga organisasi-organisasi kecil
untuk
karneval
sekalipun. Partai memiliki
kekuasaan, namun tidak
tahu lagi bagaimana
menjalaninya secara bertanggung
jawab. Kesejahteraan dipersempit
hanya untuk
kepentingan kelompok mereka, semata-mata untuk kepentingan
pribadi.”
Bahkan ada yang
mengritik lebih ekstrim
dengan menggunakan istilah
“politik
eksploitasi oleh partai”,
“patronase jabatan” dan
“KKN”. Istilah
“Parteienverdrossenheit”
(skeptis terhadap kinerja
partai) menjadi terkenal.
Dalam
studi remaja oleh lembaga Shell disebutkan:
“Dari studi kami
tampak bahwa kepercayaan
yang relatif paling
kecil ditunjukkan
remaja terhadap institusi-institusi politik
klasik. Dan yang
paling tidak dipercayai
adalah partai politik.”
Hasil studi ini
cukup mengkhawatirkan. Karena
berfungsi atau tidaknya
demokrasi
perwakilan
sangat tergantung pada
fungsi partai. Krisis
partai akan menjadi
krisis
demokrasi jika tidak
ada koreksi terhadap
kesalahan-kesalahan yang terjadi.
Tapi
bagaimana cara mengoreksinya? Ada
yang berpendapat bahwa
koreksi itu dapat
dilakukan dalam proses
pemilihan calon utama
dan dengan cara
jajak pendapat
14
anggota partai. Yang
lain beranggapan perlu
dilakukan pembaharuan partai
dari
“pihak luar”, dari
apa yang disebut
dengan “Seiteneinsteiger” (orang
luar yang
menjadi anggota partai
dan menduduki posisi
berpengaruh). Sementara yang
lain
menghimbau
dilakukannya pemilihan kepala
negara bagian (perdana
menteri) oleh
rakyat, dan bukan
oleh “partai di
parlemen”. Terlepas dari
segala kritik jelaslah
bahwa tanpa partai tidak ada demokrasi.
9. DEMOKRASI PERWAKILAN MEMBUTUHKAN PIMPINAN POLITIK
Partai tidak hanya
berfungsi menciptakan hubungan
antara rakyat dengan
pemerintah dan mengembangkan
solusi terhadap sejumlah
masalah. Partai juga
harus merekrut “orang-orang
yang akan menjadi
pemimpin”. Mereka ini
khususnya
diperlukan untuk duduk
di parlemen dan
pemerintah. Dengan demikian
kita telah
sampai pada pertanyaan
tentang pimpinan politik
dalam demokrasi modern.
Topik
ini sangat penting
khususnya di masa-masa
sulit, dan mengingat
pengalaman yang
telah dialami Jerman dengan “Führer”-nya.
Pada 1919 sosiolog
Max Weber berpendapat
bahwa seorang pemimpin
harus
memiliki sifat-sifat
berikut: “gairah, rasa tanggung
jawab dan pandangan tajam”. Ada
yang beranggapan bahwa
kategori tersebut dewasa
ini tidak lagi
memadai untuk
menghadapi
tantangan-tantangan yang dihadapi
oleh para pimpinan
politik dalam
demokrasi
modern. Dalam surat
kabar Neue Züriche
edisi 18 Desember
1989
dimuat artikel yang
membahas makna pimpinan
politik di sebuah
negara demokrasi
dewasa ini:
“memiliki semangat tanpa harus mengorbankan diri untuknya,
mengamati arus dasar
intelektual dan mental
secara peka, teguh
dalam tujuan, fleksibel
dalam memilih
cara untuk mencapai
tujuan tersebut, mengedepankan
kesejahteraan orang banyak
daripada
kepentingan kelompok dan
berjuang untuk mewujudkan
semua itu bagi
masyarakat banyak.”
Kutipan di atas
menunjukkan bahwa sejak
masa Max Weber
ada satu sifat
kepemimpinan
yang semakin diperhatikan,
yakni keterampilan berkomunikasi
(komunikative
Kompetenz). Tapi sifat
ini hanya rangkaian
dari sifat-sifat lain.
Kepemimpinan dalam demokrasi
komunikatif tidak mungkin
terjadi tanpa kekuatan
keyakinan (Überzeugungsmacht) dan kemampuan presentasi
(Darstellungskraft).
15
Namun, apakah media
akan membiarkan jalannya
kepemimpinan tanpa
pengaruhnya?
Atau apakah media
memicu kecenderungan para
politisi untuk tidak
membuat
keputusan berdasarkan inti
masalah, melainkan merujuk
pada keinginan
media? Memang, memimpin tidak menjadi lebih mudah.
10. MEDIA MASSA DALAM DEMOKRASI PERWAKILAN
Komunikasi politik dewasa
ini tidak akan
mungkin terjadi tanpa
keberadaan media
massa. Pada umumnya,
pemerintah, parlemen, partai
dan serikat-serikat pekerja
menjangkau
masyarakat atau anggota
mereka hanya melalui
surat kabar, majalah,
radio dan televisi. Karena itu, sekarang ini media massa
memiliki tugas-tugas seperti
berikut:
- menyebarkan informasi secara lengkap, objektif dan semudah
mungkin;
- membantu membentuk opini masyarakat dengan menyajikan
masalah dan
konteks politik yang
rumit secara jelas
serta mengomentari peristiwa-peristiwa
politik.
- mengawasi keputusan institusi-institusi politik dan
perilaku pejabat serta mengritik
keadaan yang tidak sesuai dengan peraturan.
Tugas-tugas ini –
dalam konteks Parlemen
dan Pemerintah Negara
Bagian –
khususnya
dilaksanakan oleh anggota
konferensi pers negara
bagian. Mereka ini
adalah wartawan yang mengkhususkan diri pada topik politik
negara bagian. Mereka
menganggap diri mereka
sebagai “pengamat bagi
pembaca, pendengar radio
dan
penonton televisi” dan terkadang bahkan sebagai “pengacara
bagi para pemilih”.
Media dianggap belum
berhasil memberikan kepuasan
bagi semua pihak
dalam
menyajikan
informasi dan membentuk
opini publik serta
melaksanakan tugas
pengawasan
terhadap parlemen dan
pemerintah negara bagian.
Media khususnya
dikritik karena:
- cenderung menyederhanakan informasi,
- mendramatisir peristiwa-peristiwa sepele,
-membuat masalah-masalah objektif menjadi urusan pribadi
seseorang
(personalisasi masalah objektif),
- membesar-besarkan topik tertentu untuk jangka waktu yang
pendek dan
kemudian membiarkannya hilang sama sekali.
16
Terlepas dari kritik
ini, perlu diingat
bahwa media yang
bebas sangat dibutuhkan
oleh demokrasi.
11. DEMOKRASI ELEKTRONIK
Dalam demokrasi perwakilan,
peluang untuk berpartisipasi bagi
warga ada
batasnya.
Peluang-peluang itu sifatnya
hanya sebagai pelengkap
demokrasi
perwakilan.
Akan tetapi, isu
yang semakin sering
didiskusikan adalah apakah
fakta tersebut di
atas dapat berubah mengingat
semakin majunya kondisi teknologi
informasi dewasa
ini. Ada yang
menganggap – seperti
wakil presiden Amerika
Serikat Al Gore –
sebuah “Athena modern”
sudah bisa diterapkan,
sementara yang lain
mengharapkan
adanya upaya memperbanyak
kemungkinan untuk berpartisipasi
bagi warga.
Yang pasti adalah
bahwa para ahli
politik dan spesialis
komputer sedang
mengupayakan
suatu perangkat lunak
demokrasi (Demokratie-Software) yang
berfungsi
sebagai alat bantu,
misalnya dalam pelaksanaan
voting tentang masalah
“pembangunan
wilayah timur”, reformasi
pensiunan dan pajak
serta kebijakan
tentang suaka politik.
Artinya, demokrasi elektronik
itu sama dengan
plebisit dengan
cara mengklik mouse komputer.
Oleh karena itu,
prasyarat pelaksanaan voting
melalui komputer ini
adalah adanya
akses internet bagi
semua pemilih, dan
bukan hanya dimiliki
oleh 4% dari
penduduk
seperti yang ada
sekarang ini. Syarat
lain adalah bahwa
setiap pemilih tidak
hanya
memperhatikan
kepentingannya, tetapi juga
kepentingan umum dan
minoritas.
Bahkan kalau persyaratan
ini telah terpenuhi,
tidak mungkin pengambilan
semua
keputusan yang selama
ini menjadi hak
parlemen dan pemerintah
diserahkan
kepada warga, karena,
tentu saja, nanti
akan ada terlalu
banyak keputusan yang
berbeda.
Karena itulah banyak
yang menganggap penerapan
komunikasi elektronik itu
memberikan
bentuk baru dari
diskusi politik, tetapi
mereka sekaligus mengharapkan
bahwa ia tidak
akan merubah karakter
demokrasi perwakilan. Langkah
pertama
17
yang mengarah kepada
penerapan komunikasi elektronik
ini ditampilkan melalui
presentasi
internet parlemen. Parlemen
Negara Bagian Rheinland-Pfalz juga
memiliki
homepage di internet
sejak Maret 1998
(http://www.landtag.rheinland-pfalz.de)
12. TANTANGAN DEMOKRASI PERWAKILAN
Keraguan adalah bagian dari demokrasi, termasuk keraguan
terhadap diri sendiri.
“Andaikata ada rakyat
para dewa, maka
mereka akan memerintah
secara
demokratis. Tapi bentuk negara seperti ini tidak cocok untuk
manusia”.
Demikian kata Rousseau
lebih dari 250
tahun yang lalu,
dan Kant kemudian
menjelaskan alasannya:
“Karena manusia, dengan
kecenderungan ego mereka,
tidak akan mampu
menciptakan bentuk (pemerintahan) yang begitu halus”.
Dengan latar belakang
gambaran ini, tidaklah
mengherankan apabila setelah
tahun
1989 yang merupakan
tahun kemenangan demokrasi
di hampir seluruh
dunia itu
keraguan akan demokrasi tidak berkurang melainkan meningkat.
Muncul pertanyaan
yang semakin mendesak,
yakni apakah demokrasi
mampu mengatasi masalah
zaman sekarang seperti
pengangguran massal, kejahatan
terorganisasi dan
terorisme, serta apakah
ia mampu menghadapi
bahaya yang misalnya
timbul dari
globalisasi dan perusahaan-perusahaan dunia.
Fenomena ini disebut
“krisis
demokrasi”. Bagi beberapa orang, itu
bahkan berarti “akhir
demokrasi” ada di depan
mata.
Prediksi ini tidak muncul begitu saja.
Ia perlu diperhatikan
dan dicari solusinya.
Ada
cukup pendekatan untuk
itu. Ada yang
mengusulkan diterapkannya “budaya
partisipasi
masyarakat”, ada yang
menginginkan proses plebisit,
dan yang lain
berupaya untuk mengembangkan
demokrasi perwakilan agar
mampu beradaptasi
dengan masalah yang
semakin bertambah. Intinya,
mereka ini mengembangkan
konsep-konsep
baru demokrasi. Salah
satunya adalah konsep
yang disebut dengan
demokrasi multi parlemen
(mehrspurige Demokratie). Artinya,
satu parlemen yang
berwenang untuk semua
masalah digantikan dengan
beberapa parlemen yang
memiliki tugas masing-masing. Komposisi
dan masa jabatan
anggotanya diatur
18
sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Dengan demikian
demokrasi universal
digantikan dengan demokrasi terkotak-kotak
(Spartendemokrasi).
Usul-usul
seperti ini, meski
sekilas kedengarannya sangat
utopis, merupakan
ungkapan dari kehendak
pengejawantahan demokrasi. Karena
tidak ada alternatif
terhadap demokrasi ini. Seperti yang dinyatakan Winston
Churchill:
“Demokrasi adalah sistem pemerintahan terburuk di dunia –
tapi tidak ada yang lebih
baik darinya.”
PARLEMEN NEGARA BAGIAN (LANDTAG)
1. DEMOKRASI PARLEMENTER
Landtag adalah perwakilan
rakyat di negara
bagian. Karena ia
terdiri dari –
seperti
yang tertulis dalam konstitusi negara bagian – anggota yang
dipilih oleh rakyat.
Landtag juga “jantung
demokrasi”. Karena asas
demokrasi untuk semua
lembaga
pemerintah yang lain
berasal dari Landtag.
Hal ini khususnya
berlaku untuk
pemerintah yang terdiri
dari perdana menteri
dan menteri-menteri serta
yang
bertanggung
jawab terhadap kepemimpinan
pemerintah dan terhadap
berfungsinya
penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan aturan.
Karakter
demokrasi umumnya dipengaruhi
oleh hubungan antara
parlemen dan
pemerintah. Di tingkat
federal dan negara-negara
bagian hubungan ini
ditandai oleh
dua
keistimewaan: pertama, bahwa
kepala pemerintahan dipilih
oleh parlemen dan
ia dapat dicopot
kembali kekuasaannya melalui
mosi tidak percaya;
kedua, bahwa
sebagian besar dari anggota pemerintah adalah juga anggota
parlemen.
Yang pertama berarti
bahwa pemerintah tergantung
pada kepercayaan parlemen,
yang kedua, pemerintah
itu sendiri sebagian
besar berisikan anggota
parlemen. Ini
merupakan ciri khas sistem pemerintahan parlementer.
Lawan dari sistem
parlementer ini adalah
sistem demokrasi presidensil.
Contohnya
yang diterapkan di
Amerika Serikat. Di
sana presiden dan
pemerintahannya tidak
membutuhkan
kepercayaan parlemen. Selain itu
dalam sistem presidensil ini dalam
konstitusi diatur bahwa anggota pemerintah tidak boleh
merangkap sebagai anggota
parlemen.
19
2. HILANGNYA WEWENANG DAN MAKNA PARLEMEN
Parlemen pernah mengalami
masa-masa yang lebih
baik. Namun dewasa
ini
lembaga ini kehilangan
pengaruh dan kekuasaan.
Alasannya bermacam-macam,
ada dua alasan
yang penting: alasan
pertama berkaitan dengan
Uni Eropa yang
mengambil alih wewenang
federal dan negara
bagian. Karena itu
petani yang
melakukan protes tidak
lagi mendatangi menteri
pertanian dan anggota
parlemen,
melainkan langsung kepada Uni Eropa yang bertanggung jawab
untuk mereka.
Alasan kedua berkaitan
dengan meningkatnya pengaruh
partai. Apabila parlemen
di
tingkat federal dan
negara bagian berkumpul
di awal masa
pemilihan untuk
mengadakan
rapat, seringkali keputusan-keputusan penting
untuk tahun-tahun
berikutnya telah ditetapkan, yakni di saat terjadi
perjanjian koalisi. 30 tahun yang lalu
perjanjian
koalisi ini tidak
begitu berpengaruh terhadap
kinerja parlemen.
Kemandirian
parlemen masih dihargai.
Sekarang telah terjadi
perubahan. Sebuah
artikel di surat kabar ZEIT tertanggal 24 Mei 1996
menggambarkan perubahan ini:
“Sistem
parlementer dan perwakilan
semakin tertindih oleh
adanya pakta (koalisi)
partai. Dan semakin
besar pengaruh kesepakatan
koalisi dalam menetapkan
program pemerintah sebelum terbentuknya parlemen, maka
semakin berkurang pula
fungsi anggota parlemen terpilih. Konsekuensinya adalah
parlemen berubah menjadi
suatu lembaga yang tidak indenpenden yang berfungsi membantu
partai. “
Pada akhirnya parlemen
hanyalah sebuah wadah
formal tempat ditetapkannya
keputusan-keputusan
yang telah disepakati
sebelumnya. Otoritas parlemen
pun
tercabik-cabik.
Ini terjadi dalam
Bundestag (Parlemen Federal)
dan terlebih lagi
di Lanadtag atau
parlemen negara bagian
karena dengan dibuatnya
keputusan dalam perjanjian
koalisi itu Bundestag
dan Landtag semakin
‘terpinggirkan’. Akibatnya parlemen
hanya bisa memahami
apa yang telah
“ditetapkan” sebelumnya oleh
para perdana
menteri, contohnya untuk kasus besarnya biaya siaran radio.
3. TUGAS-TUGAS PARLEMEN NEGARA BAGIAN
Meskipun fungsi dan
wewenang parlemen semakin
berkurang, tugas-tugas
utamanya masih tetap
ada. Misalnya tugas
atau fungsi parlemen
sebagai lembaga
20
yang memilih jabatan
tertentu (Wahlfunktion). Parlemen
misalnya harus memilih
perdana menteri, sebagian
dari hakim konstitusi,
ketua Badan Pemeriksa
Keuangan
(BPK) dan pejabat untuk urusan perlindungan data.
Fungsi yang lain
adalah pembuatan undang-undang. Karena
Landtag juga bertugas
memusyawarahkan
dan menetapkan undang-undang
negara bagian. Meskipun
jumlah UU yang ditetapkan oleh Landtag sekarang semakin
berkurang dibandingkan
dengan dulu (267
UU pada legislatur
pertama – artinya
antara 1947 dan1951
– dan
hanya 48 UU
pada paruh pertama
legislatur ke-13, yakni
antara tahun 1996
dan
1998). Untuk sebagian
besar bidang kehidupan
telah ada UU
–nya. Sementara
untuk hal-hal baru
yang harus ditentukan
melalui UU biasanya
ditetapkan oleh Uni
Eropa.
Sementara untuk wewenang
yang masih tersisa
bagi parlemen tidak
digunakan untuk membuat UU, karena ada pemahaman bahwa
adanya lebih banyak
UU tidak otomatis membuat demokrasi menjadi lebih baik. Jadi
saat ini untuk hal-hal
tertentu tidak ditetapkan lagi UU yang dulu mungkin biasa
dilakukan.
Dengan
berkurangnya wewenang parlemen
ini ada fungsi
yang lain yang
semakin
mencuat,
misalnya fungsi pengawasan
penyelengaraan pemerintahan. Landtag
bertugas
mempertanyakan kebijakan pemerintah
negara bagian dan
mengoreksinya
dan memeriksa apakah
dalam prosedur penentuan
kebijakan tersebut terjadi
kesalahan atau tidak.
Untuk melaksanakan fungsi
ini Landtag memiliki
berbagai
kemungkinan
pengawasan. Pemerintah harus
bersedia untuk memberikan
laporan
atau jawaban, juga
dalam komisi-komisi. Untuk
kasus-kasus tertentu Landtag
bahkan dapat membuat
perilaku pemerintah negara
bagian sebagai bahan yang
akan ditelaah oleh komisi pemeriksa dari parlemen.
Pengawasan
pemerintah menjadi tugas
seluruh elemen dalam
Landtag. Namun
demikian,
pengawasan yang dilakukan
oleh fraksi oposisi
berbeda dari fraksi
mayoritas.
Pengawasan oleh fraksi
mayoritas bersifat tertutup.
Ada pendapat yang
berbeda tentang cara
pengawasan mana yang
lebih efektif. Ahli
politik Prof.
Oberreuter misalnya, berpendapat:
“Biasanya
pengawasan oleh oposisi
yang terbuka itu
tidak efisien, dan pengawasan
yang efisien oleh
fraksi mayoritas itu
biasanya tidak terlihat
di muka umum
(tertutup).”
21
Yang termasuk hak-hak
istimewa Landtag adalah
hak APBD, artinya
pengesahan
anggaran belanja negara.
Karena yang menentukan
apakah dan berapa
jumlah
uang yang harus
disediakan untuk pengeluaran
adalah para anggota
parlemen.
Mereka
menetapkan UU anggaran
belanja yang biasanya
diajukan oleh pemerintah
negara bagian setiap
dua tahun sekali.
Parlemen juga mengawasi
apakah UU
tersebut dijalankan dengan benar oleh pemerintah negara
bagian.
Fungsi sentral lain
Landtag adalah fungsi
artikulasi atau fungsi
publik (Artikulations-bzw. Öffentlichkeitsfunktion). Parlemen
merupakan forum umum
dalam
pemerintahan.
Kalau kekuasaan kedua
dan ketiga –
maksudnya eksekutif dan
yudikatif – tidak
membuat keputusan secara
terbuka, Landtag sebaliknya:
lembaga
ini
bermusyawarah dan membuat
keputusan secara terbuka.
Ini dimaksudkan agar
warga juga dapat
membentuk pendapatnya tentang
apa yang sedang
dibahas di
parlemen. Karena itu
para anggota parlemen
“perlu berpidato hingga
terdengar oleh
publik”. Carlo Schmid, salah satu bapak UUD, menyatakan:
“Sayangnya
masanya telah berlalu,
padahal dulu sebuah
pidato yang bersemangat
dan berisi dapat
menyentuh seorang anggota
parlemen dan kemudian
mempengaruhi
mayoritas di parlemen.
Kenapa pidato harus
demikian banyak dan
panjang? Pidato itu
gunanya untuk menyajikan
alasan bagi warga
atas sikap
parlemen. Dan itu harus
dilakukan karena kalau
tidak, bagaimana pemilih
akan tahu
siapa dari partai
mana yang akan
dia pilih pada
pemilihan selanjutnya? Karena
itu
para anggota parlemen memang perlu bicara lantang agar
tendengar oleh publik.”
Pemberitaan
media tentang rapat-rapat
paripurna dan komisi
cenderung sedikit dan
rating penonton untuk
penayangan langsung rapat-rapat
paripurna terhitung kecil.
Ada beberapa alasan
untuk ini. Landtag
seringkali tidak mengurus
topik-topik yang
diminati media dan
tidak jarang debat-debat
yang diadakan di
Landtag sudah basi.
Artinya, topik itu telah dibahas atau telah ada keputusan
tentangnya sehingga sudah
diketahui umum.
Meskipun
demikian fungsi publik
Landtag tetap punya
arti yang penting.
Karena
fungsi itu bertujuan
pada komunikasi politik
antara rakyat dan
wakilnya (bandingkan
hal. 18).
22
4. BATAS KEWENANGAN LANDTAG
Untuk setiap fungsi
atau tugas yang
dimiliki Landtag terdapat
batas tertentu. Ini
khususnya
berlaku untuk fungsi
pembuatan undang-undang yang
juga merupakan
tugas Bundestag (Parlemen
Federal). Di bidang
apa saja Landtag
dan Bundestag
dapat
mengeluarkan UU, dan
itu diatur dalam
UUD. Dan biasanya
Bundestag lebih
banyak
mengeluarkan UU. Undang-undang
yang ditentukan oleh
Landtag biasanya
menyangkut
bidang pendidikan dasar,
menengah dan tinggi,
kepolisian, bidang
keadministrasian
daerah dan media.
Negara bagian menganggap
pembagian ini
terlalu sedikit dan
menghendaki kembali
wewenangnya dari Bundestag.
Tapi karena
urusan wewenang berarti
juga masalah kekuasaan,
Bundestag kurang bersedia
memenuhi keinginan Landtag.
Dengan adanya wewenang
pembuatan undang-undang, fungsi
pengawasan oleh
Landtag menjadi lebih
luas. Karena fungsi
pengawasan itu berangkat
dari titik tolak
apakah
pemerintah negara bagian
bertanggungjawab pada satu
perkara. Dan
karena
pemerintah bagian mempunyai
wakilnya dalam Dewan
Federal (Bundesrat)
maka Landtag pun
dapat menyinggung urusan-urusan
yang dibahas dalam
Bundesrat.
Perkara seperti reformasi
pajak, reformasi dana
pensiun, kebijakan
suaka dan isu-isu
tentang Bundeswehr (Angkatan
Bersenjata Jerman) merupakan
contoh
topik-topik yang memang
bukan menjadi wewenang
Landtag untuk
membuat UU tentangnya.
Namun, atas dasar
wewenang pengawasan, Landtag
dapat
bermusyawarah tentang topik-topik
tersebut dan kemudian
membuat
keputusan.
Kemungkinan
lebih jauh yang
dimiliki Landtag terdapat
dalam fungsi publik
dan
fungsi
artikulasinya. Yaitu jika Landtag –
tanpa keinginan untuk
menetapkan UU
atau melakukan pengawasan
terhadap pemerintah negara
bagian – hendak
membahas perkara umum/publik.
Ini berarti, pada
prinsipnya Landtag dapat
menyinggung
setiap topik yang
dianggap diminati rakyat
meskipun topik itu
sama
sekali tidak penting.
5. ORGANISASI LANDTAG
23
Landtag dipilih untuk
masa lima tahun.
Masa jabatan anggota
Landtag berakhir
dengan terpilihnya anggota baru.
“Organ utama” Landtag
adalah rapat pleno, yakni
rapat paripurna yang
dihadiri 101
anggotanya.
Semua keputusan yang
ditetapkan oleh parlemen
merupakan
wewenang
Landtag, seperti pengesahan
UU dan penentuan
permohonan-permohonan yang lain.
Rapat pleno diadakan
sekitar 25 kali
setahun. Jadwal rapat
ditetapkan dalam sebuah rencana kerja pada awal tahun. Untuk
alasan tertentu juga
dapat dilakukan sidang istimewa.
Dalam
pelaksanaan kerjanya, pleno
dibantu oleh 13
komisi ahli negara
bagian.
Komisi-komisi
itu antara lain
komisi anggaran belanja
dan keuangan, komisi
dalam
negeri, komisi sosial
politik dan komisi
ekonomi dan perhubungan.
Komposisi
anggota di setiap
komisi ini mencerminkan
kekuatan fraksi di
Landtag. Tujuan dari
pembagian kerja antara
pleno dan komisi-komisi
adalah untuk mengkonsentrasikan
musyawarah dalam rapat
pleno pada isu-isu
politik yang sifatnya
mendasar dan
menyelesaikan
kerja detail dalam
masing-masing komisi. Jumlah
rapat yang
dilakukan menjelaskan hal
ini: sekitar 25
rapat pleno setiap
tahun dan sekitar
150
rapat komisi dalam kurun waktu yang sama.
Selain pleno dan
komisi ada organ-organ
lain di Landtag,
yaitu apa yang
disebut
dengan organ kepemimpinan
(Leitungsorgan). Organ ini
terdiri dari ketua
Landtag,
dewan pengurus atau
presidium dan dewan
tetua (dewan yang
terdiri dari anggota
senior). Ketua Landtag
dipilih oleh anggota
Landtag untuk masa
jabatan 4 tahun.
Ketua Landtag melaksanakan
jabatannya secara non-partisan,
tapi bukan berarti
bahwa ia sendiri
tidak berpartai. Karena
ia tetap dapat
terlibat aktif dalam
kerja
fraksinya di parlemen.
Ia mewakili Landtag
ke luar, memimpin
rapat pleno, memiliki
kekuasaan
menyangkut tata tertib
di parlemen terhadap
anggota biasa dan
orang
lain di Landtag,
dan sebagai ketua
dalam tatanan parlemen
ia juga sekaligus
majikan dari semua pegawai di Landtag.
Ketua Landtag bersama
kedua wakil ketua membentuk dewan
pengurus Landtag
yang dalam parlemen
lain disebut juga
presidium. Dewan pengurus
atau presidium
ini membantu dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat
Landtag serta dalam
penyusunan Rancangan Anggaran dan Belanja Landtag.
24
Dewan Tetua dan
11 anggota parlemen
adalah bagian dari
presidium Landtag.
Mereka bukan anggota tertua Landtag, melainkan anggota yang
secara politis paling
berpengalaman.
Mereka berkumpul secara
rutin satu minggu
sebelum setiap rapat
pleno diadakan untuk
merancang acara mereka,
menetapkan waktu pidato
dan
membahas urusan lain
yang membutuhkan komunikasi
antar fraksi. Rencana
kerja
Landtag juga ditentukan oleh Dewan Tetua (Ältestenrat).
Dalam rangka memantapkan
wewenang pengawasan parlemen,
Landtag memilih
pejabat yang membawahi
bidang kemasyarakatan (Bürgerbeauftragte). Bersama
dengan komisi petisi
yang merupakan bagian
dari komisi ahli
Landtag,
Bürgerbeauftragte membahas masukan dari warga yang berpendapat
bahwa urusan
mereka tidak ditangani
oleh pejabat Landtag
sesuai hukum atau
sesuai tujuan.
Setiap tahun terdapat 3000 petisi.
Fraksi mempunyai peran
yang sangat penting
terhadap kinerja Landtag.
Karena itu
pembahasan tentang fraksi dibuat dalam bab tersendiri.
6. FRAKSI-FRAKSI DI LANDTAG
Ada empat fraksi
di Landtag saat
ini, yakni fraksi
Partai Sosial Demokrat
(SPD)
dengan 43 anggota,
fraksi Uni Kristen
Demokrat (CDU) dengan
41 anggota, fraksi
Partai Demokrat Bebas
(FDP) dengan 10
anggota dan fraksi
BÜNDNIS 90/Partai
Hijau dengan 7 anggota.
Tugas
fraksi-fraksi adalah mengkoordinasikan aktivitas
anggota mereka di
parlemen
dan mengendalikan
jalannya kerja parlemen. Fraksi, misalnya, menentukan anggota
mana yang ditugaskan
ke satu komisi
Landtag dan di
komisi mana mereka
menetapkan ketua (komisi). Selain itu, fraksi juga mempunyai
hak untuk mengajukan
rancangan
undang-undang (RUU), membuat
permohonan atau mengirimkan
interpelasi kepada pemerintah federal.
Agar dapat memenuhi tugas-tugas ini fraksi membutuhkan satu
kerangka organisasi,
pimpinan fraksi, kelompok kerja (pokja) dan staf. Organisasi
ini perlu didanai. Karena
itu fraksi memperoleh
dana dari APBD. Pada
tahun 1998 jumlah
dana tersebut
sekitar 7,5 juta
DM. Dari jumlah
ini fraksi SPD
memperoleh sekitar 2,3
juta, fraksi
25
CDU 2,6 juta,
fraksi F.D.P. dan
fraksi BÜNDNIS 90/DIE
GRÜNEN masing-masing
1,2 juta DM.
Fraksi oposisi (bandingkan
h. 46) memperoleh
bantuan khusus untuk
memenuhi tugas mereka sesuai dengan mekanisme kerja.
Kadang-kadang hak-hak
fraksi terbentur pada hak-hak
anggota parlemen (Landtag),
misalnya jika anggota
parlemen ingin membuat
keputusan berbeda dari
mayoritas
fraksi.
Akibatnya adalah munculnya
masalah disiplin fraksi.
Tentang masalah ini
mantan presiden federal Carstens pernah mengatakan:
“Sebuah kelompok politik yang memiliki suara berbeda bisa
jadi memperoleh simpati
di sana-sini; tapi
hal itu tidak
akan membuat pengaruh
politik mereka meningkat.
Dan bila para
anggota suatu fraksi
memilih untuk tetap
kompak dan mengikuti
sikap
fraksi yang telah
ditentukan oleh mayoritas,
itu bukan merupakan suatu
kelemahan
atau
ketergantungan anggota terhadap
fraksi, melainkan ungkapan
visi mereka
bahwa kekompakan merupakan
unsur yang penting
dalam membangun
kepercayaan
pemilih mereka. Bahwa
pemikiran ini ada
batasnya, yakni di
mana
nurani si anggota
diperlukan untuk menentukan suatu sikapnya, itu tidak dipungkiri.”
Tentu saja keputusan
yang melibatkan hati
nurani bukan suatu
keputusan yang
seperti
“melempar sebuah koin
yang hasilnya bisa
berubah”. Artinya, keputusan
yang melibatkan hati nurani juga mempunyai pengecualian.
7. OPOSISI
Fraksi dibedakan menjadi
dua, yakni fraksi
pemerintah dan fraksi
oposisi. Fraksi
yang pertama mendukung
pemerintah dan ingin
mempertahankan agar pemerintah
tetap berkuasa, sementara fraksi oposisi ingin
menggantikannya.
Oleh karena itu,
antara fraksi pemerintah
dan fraksi oposisi
terjadi persaingan untuk
merebut hati rakyat. Dalam persaingan ini fraksi pemerintah
diuntungkan. Kedekatan
mereka dengan pemerintah
membuat mereka selangkah
lebih cepat dalam
memperoleh informasi dan mayoritas. Dan mereka juga memiliki
kemungkinan untuk
merealisasikan semua pandangan mereka dan menolak permohonan
oposisi.
Fraksi oposisi hanya
dapat berusaha mengimbangi kerugian
mereka dengan cara
mengawasi dan mengritisi
penyelenggara pemerintah dan
kebijakan yang mereka
terapkan.
Pengawasan dan kritik
ini harus dilakukan
secara terbuka. Karena
ciri
khas oposisi adalah
kritik mereka terhadap
pemerintah yang secara
terbuka dan
26
pandangan mereka secara
terbuka terhadap kebijakan
pemerintah. Dengan kritik
terbuka dan diskusi
politik mereka, fraksi
oposisi tidak hanya
menjadi bahan
perbincangan
tentang alternatif pemerintah,
tapi dengan cara
itu mereka juga
membatasi kekuasaan pemerintah.
Perbedaan
politik antara fraksi
oposisi dan fraksi
pemerintah sangat besar,
tapi
bukan tak terbatas.
Misalnya, pada masa
jabatan ke 11
Landtag dari 120
RUU 32
diputuskan
dengan kesepakatan dan
pada masa jabatan
ke 12 dari
177 RUU 50
ditetapkan
dengan kesepakatan bersama.
Sejauh ini oposisi
juga memberi
sumbangsih terhadap integrasi di negara kita.
Itu berarti oposisi
memiliki berbagai tugas.
Di Inggris Raya
misalnya, parlemen
sama baiknya dengan
oposisi. Jadi bisa
dikatakan bahwa demokrasi
hanya akan
berfungsi dengan
baik jika oposisi
baik di dalam maupun
di luar parlemen diberikan
ruang gerak untuk
melakukan aksi politiknya.
Karena hanya oposisi
yang kuatlah
yang menjadi alternatif
paten bagi pemerintah
dan ia menjamin
bahwa demokrasi
tidak lain daripada pelaksanaan kekuasaan yang terbatas oleh
waktu.
8. MEKANISME KERJA PARLEMEN
Proses kerja di
parlemen, tepatnya dalam
rapat-rapat pleno dan
komisi, diusulkan
lebih menarik, lebih
menegangkan dan aktual.
Karena itu ada
yang menuntut dan
mengusulkan agar musyawarah
di parlemen “sedikit disajikan”
seperti Talk-Show
politik. Ada kesalahpahaman di
balik usulan ini.
Karena parlemen bukanlah
“Talk-Show bangsa”, melainkan
forum publik bangsa.
Parlemen bukan suatu
lembaga
yang menghibur pada
saat orang sudah
berada di rumah
sehabis kerja. Parlemen
harus membuat keputusan
yang dapat dipertanggungjawabkan, dan
itu atas dasar
diskusi terbuka yang dapat diikuti oleh semua orang.
Tujuan ini tidak
dapat dicapai dengan
sebuah skenario yang
ditekankan pada
“pementasan
besar” (Talk-Show), melainkan
hanya dengan bantuan
sejumlah
aturan teknis. Aturan
untuk tata tertib
berpidato, tata tertib
acara, tata tertib
sidang/rapat dan juga
aturan bagaimana pemungutan
suara pada akhir
sebuah
rapat harus dilakukan.
Dalam konteks ini
kerja parlemen adalah
“kerja teknis” yang
bersifat rumit, makan
waktu dan seringkali
agak menuntut kesabaran.
Tapi aturan-
27
aturan teknis inilah
yang memungkinkan terjadinya
diskusi, juga perselisihan,
dan
pada akhirnya – bila berjalan lancar – adanya solusi dan
keputusan-keputusan.
Tentu saja proses
kerja parlemen dapat
selalu diperbaiki seperti
yang memang
terjadi sekarang. AD/ART Landtag yang mengatur setiap
mekanisme kerja parlemen
hanya berlaku untuk
satu masa pemilihan.
Setiap kali Landtag
baru terbentuk
ditetapkan pula AD/ART
yang baru. Biasanya
dalam penetapan AD/ART
itu terjadi
beberapa
perubahan berdasarkan pengalaman
dari Landtag demisioner.
Perubahan-perubahan itu dimaksudkan agar proses kerja di
parlemen tetap “aktual”.
Pada awal masa
pemilihan ke-13 tahun
1996 ditetapkan bahwa
komisi-komisi ahli
mulai saat itu
dianjurkan bermusyawarah secara
terbuka. Tujuannya adalah
untuk
membuat proses kerja parlemen lebih transparan.
Tentu saja perdebatan-perdebatan yang
terjadi di parlemen
dapat memberikan
unsur hiburan. Ketika
Winston Churchill dalam
Majelis Rendah Inggris
diinterupsi
oleh seorang anggota
majelis perempuan dari
partai buruh dengan
kalimat:
“Andaikata
Anda suami saya,
akan saya tuangkan
racun ke dalam
kopi “, Churchill
menjawab: “Dan kalau Anda istri saya, akan saya minum kopi
itu”. Jelas bahwa ironi,
ejekan dan gurauan
bukan gaya demokrasi
parlementer. Namun unsur
itu adalah
suatu bumbu yang mungkin jarang terjadi.
9. JALANNYA RAPAT-RAPAT PLENO
Rapat-rapat
pleno di Landtag
biasanya dimulai dengan
pelaksanaan jam bertanya
(Fragestunde)
dan jam pembahasan
topik-topik penting dan
aktual (Aktuelle
Stunde). Dalam jam
bertanya permintaan atau
pertanyaan dari anggota
parlemen
dijawab oleh pejabat
pemerintah negara bagian
yang berwenang dan
dalam jam
aktual didiskusikan topik-topik yang aktual dan penting.
Karena
pemerintah negara bagian
dapat berbicara setiap
waktu dalam pleno,
maka
ia juga dapat
memberikan pernyataan pemerintah
(Regierungserklärungen).
Pernyataan
pemerintah ini diberikan
pada awal masa
pemilihan untuk
memperkenalkan
programnya. Atau selama
masa jabatan untuk
memberikan
pandangan terhadap isu-isu mendasar. Apabila sebuah
pernyataan pemerintah telah
28
diberikan baru dilangsungkan
Aktuelle Stunde (pembahasan/diskusi masalah-masalah aktual)
Pada acara Aktuelle
Stunde inilah dilakukan
musyawarah tentang RUU
dan
permohonan-permohonan
yang lain di
mana acaranya diatur
sedemikian rupa
sehingga
permohonan-permohonan yang topiknya
kira-kira sama dirangkum
menjadi satu fokus
perdebatan. Biasanya rapat
pleno berakhir antara
pukul 18.00
atau 19.00.
Pada pembahasan yang
berlangsung hingga malam
hari kursi-kursi dalam
ruang
rapat banyak yang
kosong. Tapi hal ini juga terjadi pada jam kerja biasa, suatu fakta
yang sering dikritik.
Sayangnya kritik ini
tidak melihat bahwa
pidato atau
pembicaraan
dalam rapat pleno
lebih banyak digunakan
untuk meyakinkan lawan
politik pada menit-menit
terakhir daripada memberikan
informasi kepada publik
tentang apa yang
dibahas. Mantan anggota
parlemen federal Claus
Ernst pernah
menyatakan:
“Rakyat memilih
wakilnya bukan agar mereka –
sebagai pejabat dengan honor yang
relatif tinggi –
membahas sebuah masalah
yang sama sekali
tidak penting bagi
rakyat dan yang tidak membutuhkan partisipasi mereka.”
Selain itu anggota
Landtag dalam rapat-rapat
pleno juga memiliki
tugas-tugas lain.
Contohnya mereka harus
melakukan pebincangan dengan
pejabat pemerintah,
membuat
kesepakatan dengan anggota
lain dan harus
mengurusi kelompok
pengunjung yang ingin mengetahui tentang Landtag.
10. PENGUNJUNG LANDTAG
Landtag dan komisi-komisinya bersidang
secara terbuka. Karena
itu ada
kemungkinan
untuk ikut serta
dalam rapat-rapat pleno
dan komisi, baik
atas
undangan para anggota Landtag maupun atas prakarsa sendiri.
Lebih dari 20
000 warga setiap
tahunnya memanfaatkan peluang
ini di Landtag
negara bagian Rheinland-Pfalz. Jadi,
lebih dari 100
000 warga pada
setiap masa
pemilihannya.
Jumlah yang paling
menonjol adalah para
pemuda yang
menggunakan cara tersebut
untuk mendapatkan informasi
tentan kerja Landtag.
Bekerja sama dengan
Pusat Pendidikan Politik
Negara Bagian di
Mainz telah
29
dikembangkan
suatu tawaran informasi
yang luas untuk
para pemuda yang
fungsinya
melengkapi informasi untuk
kunjungan di Landtag.
Tawaran tersebut
misalnya seminar untuk
siswa, seminar untuk
pemuda yang magang,
seminar untuk
redaksi majalah sekolah
dan – sekali
setahun – diadakan
acara yang disebut
Landtag-Siswa
(Schüler-Landtag). Inti dari
program-program tersebut adalah
meningkatkan
dialog antara pemuda
dan anggota Landtag
dan juga untuk
menimbulkan kepercayaan terhadap Landtag dan pengertian
terhadap cara kerjanya
yang kadang-kadang tampak rumit itu.
Sejauh ini Landtag
menganggap dirinya sebagai
tempat atau lembaga
untuk belajar
demokrasi di mana
para pemuda mendapatkan
informasi secara langsung
tentang
demokrasi,
Landtag dan anggotanya.
Ini bisa disebut
pendidikan politik, tapi
juga
bisa dilihat sebagai
suatu peluang untuk
bertukar pikiran. Dan
unsur inilah yang
menjadi isi dan tujuan demokrasi komunikatif (bandingkan h.
18 dan19).
Untuk memenuhi tuntutan
terhadapnya Landtag tidak
hanya mengundang
pengunjung ke Mainz,
tapi Landtag sendiri
mengunjungi proyek-proyek dan
sarana-sarana di luar
Mainz. Untuk itu
Landtag pada kasus
tertentu mengadakan rapat
komisi “di tempat
kejadian”. Di masa
mendatang ini diharapkan
dapat diterapkan
pada rapat pleno.
Demikian anjuran komisi
penyelidik Landtag yang
membidangi
reformasi parlemen.
11. PARLEMEN – BUKU BERGAMBAR
Seperti halnya demokrasi
sendiri, parlemen dalam
sistem demokrasi adalah
sebuah
“eksperimen yang hasilnya
belum diketahui”, atau
akhir perkembangannya tidak
pasti. Ia seperti
jalan menuju masa depan
“yang selalu dalam tahap
pembangunan”.
Parlemen negara bagian
pun seperti itu.
Karena itu mekanisme
kerja dan tugas-tugas
mereka harus selalu
“up to date”
atau diperbaharui dan
oleh sebab itu
reformasi parlemen adalah suatu tugas yang terus menerus dan
tidak mudah. Martin
E. Süsskind memperjelas
kesulitan tersebut dalam
tulisannya di surat
kabar
Süddeutsche tertanggal 14 Juni 1995:
“Reformasi
parlemen tetap tidak
memuaskan karena publik
di luar memiliki
pandangan yang sama
sekali berbeda dari
apa yang dilakukan
oleh orang-orang di
dalam parlemen. Publik
menginginkan adanya perdebatan
yang serius dan
30
sekaligus
menghibur di Landtag
yang dipadati anggotanya;
publik menginginkan
keputusan-keputusan
yang meyakinkan. Publik
menyukai perselisihan, tapi
membencinya bila perselisihan
itu tidak sehat.
Publik menghendaki adanya
kontroversi,
tapi juga menyukai
harmoni. Jadi, apa
yang dikehendaki oleh
publik itu
tidak lain daripada
sebuah parlemen seperti
dalam cerita buku
bergambar atau
komik. Itu tidak akan terjadi dan tidak mungkin terjadi. Dan
oleh karena itu, reformasi
parlemen sebaiknya difokuskan
pada pendekatan yang
bertujuan pada tercapainya
situasi ideal parlemen.”
Upaya-upaya
untuk mencapai keadaan
ideal tersebut misalnya
adalah bagaimana
caranya membuat perdebatan-perdebatan dalam
rapat pleno menjadi
lebih
menegangkan dan bagaimana
membuat kerja parlemen
menjadi lebih transparan.
Tapi mungkin saja
ada hal lain
yang perlu diperhatikan
dalam usaha mencapai
keadaan ideal tersebut. Carlo Schmid mendriskipsikannya
sebagai berikut:
“Jika rakyat dapat
berkata parlemen akan
membela kami ,
maka parlemen itu
akan
dicintai oleh rakyat.
Karena rakyat tidak
ingin melihat parlemennya
sebagai
kumpulan
“orang-orang ahli”, sebagai
perpanjangan birokrasi yang
berdiskusi,
sebagai kumpulan teknokrat,
melainkan sebagai sarana
yang – dan
saya ingin
katakan: sangat mendesak – mementingkan faktor emosi
rakyat.”
Catatan dari Carlo
Schmid yang terkait
dengan stabilitas harga
roti pada awal
tahun
50-an ini tetap
aktual. Karena parlemen
tidak hanya sebagai
“jantung demokrasi”,
tapi ia juga harus dapat mengambil hati rakyat (Bandingkan
h. 30).
ANGGOTA PARLEMEN
1. MAHLUK TAK DIKENAL
Warga – kabarnya
– hampir tidak
tahu apa yang
dilakukan oleh anggota
parlemen.
Apa yang mereka ketahui seringkali salah dan karena itu
mereka memiliki gambaran
buruk tentang anggota
parlemen. Surat kabar
Süddeutsche menggambarkan hal
ini
sebagai berikut:
“ Anggota parlemen
adalah wakil rakyat.
Akan tetapi rakyat
tidak menyukai mereka.
Di mana-mana mereka
dikritik terlalu gemuk,
malas dan menyukai
pesta. Apa yang
sebenarnya
mereka kerjakan, hanya
sedikit yang tahu.
Tapi semua orang
tahu apa
yang harusnya mereka
lakukan. Mereka harus
mengadakan uang pensiun,
31
menghalangi
praktek penggusuran, menghitung
kembali biaya yang
melonjak dan
menjaga perdamaian dunia.”
Fakta ini membuat
para ahli politik
mendiagnosa bahwa sejak
bertahun-tahun telah
terjadi krisis hubungan
yang buruk antara
rakyat dengan anggota
parlemen. Dan
sebagai terapi mereka
mengusulkan agar warga
tidak lagi mengurusi
para anggota
parlemen.
Saran ini
penting, tapi kurang
mengena. Karena “krisis hubungan” antara
rakyat dan
anggota parlemen tidak
hanya disebabkan kurangnya
informasi, tetapi juga
karena
alasan lain. Misalnya, di masyarakat luas masih saja ada
pandangan bahwa mencari
nafkah dari atau
dengan aktivitas di
politik itu sifatnya
“tidak serius”. Dalam
pandangan ini terbersit
klise politik, yakni
bahwa politik tidak
lebih dari “pekerjaan
kotor”. Namun di
sisi lain terlihat
keinginan akan munculnya
anggota parlemen yang
ideal, yakni anggota
parlemen yang datang
dari tokoh-tokoh masyarakat
yang tidak
hidup dari politik
melainkan hidup untuknya
(bandingkan h. 58).
Ketidakharmonisan
hubungan antara rakyat
dan anggota parlemen ini
tidak dapat diubah hanya
dengan
cara memberikan informasi
tambahan tentang anggota
dewan. Tapi informasi
itu
sendiri adalah langkah awal untuk keluar dari krisis
hubungan tersebut.
2. ANGGOTA PARLEMEN “KLASIK”
Gambaran tentang anggota
parlemen klasik yang
terdiri dari orang-orang
terhormat
(Honoratiorenparlamentarier)
berasal dari zaman
sebelum dan setelah
musyawarah
nasional di Frankfurt
pada tahun 1848.
Yang menjadi anggota
parlemen ketika itu
adalah pemilik tanah
yang terkenal dan
kaya di daerahnya,
fabrikan, pejabat tinggi
negara atau pekerja
lepas yang kondisi
hartanya memungkinkan ia
untuk berpaling
kepada bidang politik
dan yang indenpenden
baik secara ekonomis
maupun politis
karena struktur partai
seperti sekarang ini
belum ada ketika
itu. Namun demikian,
para anggota parlemen ini ketika itu tidak berada di era
keemasan melainkan zaman
tanpa kekuasaan. Karena
itu mereka, seperti
halnya parlemen itu
sendiri, tidak
dapat berbuat banyak.
Tepat 100 tahun
kemudian tertera dalam
sebuah keputusan Pengadilan
Tinggi
Konstitusi Federal:
32
“Kita semakin jarang
menemukan tipe anggota
parlemen terhormat
(Honoratiorenparlamentarier)
yang indenpenden dan
dipilih sebagai pribadi
tunggal
yang keberadaan ekonominya
tidak terganggu dan
tidak ada hubungannya
dengan
terpilihnya ia sebagai
anggota parlemen. Bisa
jadi tipe anggota
parlemen seperti ini
sudah punah karena beberapa alasan tertentu.”
Sedikit banyak perkiraan
itu ada benarnya,
karena hak untuk
memilih dan dipilih
adalah hak umum, hak semua orang. Karenanya, hak ini
menyebabkan parlemen –
dengan hak istimewanya
tidak lagi hanya
merepresentasikan satu lapisan
masyarakat,
melainkan juga mewakili
seluruh rakyat. Dan
dengan hak memilih
dan
dipilih bagi semua itu, rakyat biasa pun dapat menjadi
anggota parlemen.
Meskipun
perkembangan ini disadari
oleh masyarakat, tetap
saja gambaran tentang
adanya anggota parlemen
dari tokoh masyarakat
yang indenpenden secara
ekonomis dan politis
diidamkan banyak orang.
Tetapi itu tidak
ada hubungannya
dengan masa sekarang.
Karenanya, hal itu
tidak dapat lagi
dijadikan ukuran bagi
anggota parlemen di zaman demokrasi parlementer dewasa ini.
3. ANGGOTA PARLEMEN DEWASA INI
Anggota parlemen di
negara bagian Rheinland-Pfalz –
seperti juga rekannya
di
parlemen-parlemen
negara bagian lain
– dinominasikan dan
didaftarkan oleh
partainya untuk dipilih.
Untuk dapat masuk
daftar caleg, seorang
calon setidaknya
harus telah bekerja
untuk partainya selama
10 tahun. Setelah
proses pemilihan,
mereka tetap menjadi
“pemimpin partai”. Menurut
penelitian terkini sebanyak
75%
dari anggota dewan
di Jerman bagian
barat dan 68% di
bagian
timur menduduki
jabatan pimpinan atau
dalam dewan pengurus
partai. Karena itu,
berdasarkan
sepanjang
riwayat karir politiknya,
para anggota parlemen
itu disebut juga
politisi
partai. Ada juga
yang menyebut mereka
“tentara partai”, misalnya
oleh mantan
menteri federal Apel.
Mayoritas dari anggota
parlemen negara bagian
(Landtag) tidak hanya
aktif untuk
partainya,
tetapi mereka juga
aktif di tingkat
daerah (komunal): 17%
sebagai camat
kehormatan atau wakilnya dan lebih dari 40% anggota dalam
dewan kecamatan dan
dewan kota atau
dewan kelurahan. Ada
dugaan bahwa jumlah
politisi daerah
(komunal) dalam Landtag
akan lebih besar
andaikata tidak ada
undang-undang
33
yang menyebutkan bahwa
walikota dan wakilnya
tidak boleh sekaligus
menjadi
anggota Landtag. Tujuan
dipisahkannya jabatan struktural
dalam kantor daerah
dan
jabatan sebagai anggota
parlemen – pemisahan
ini disebut juga
inkompatibilitas –
adalah untuk mencegah
koalisi kepentingan. Pemisahan
ini juga berlaku
untuk
hubungan antara jabatan
sebagai anggota parlemen
dengan jabatan-jabatan publik
yang lain.
Anggota parlemen dewasa
ini berasal dari
berbagai lapisan masyarakat.
Misalnya
yang menjadi anggota
Landtag ke-13 sekarang
adalah 3 orang
dokter, 10
pengacara, 4 dari
bidang pertanian (petani)
dan petani kebun
anggur , 6
ibu rumah
tangga dan 21 mantan
guru. Namun tidak
ada pengusaha, cendikiawan dan
tukang,
atau jumlah mereka
sangat sedikit. Ini
berarti Landtag di
negara bagian Rheinland-Pfalz, seperti juga di
parlemen-parlemen lainnya, tidak mencerminkan satu parlemen
yang anggotanya berasal
dari dunia profesi.
Parlemen Rheinland-Pfalz lebih
tepat
dikatakan
sebagai lembaga atau
tempat kerja yang
diisi oleh mayoritas
mantan
pegawai di bidang
publik. Toh ini
bukanlah hal baru.
Heinrich von Gagern,
ketua
Perkumpulan Gereja Paul
pada tahun 1841 menulis kepada saudara laki-lakinya:
“Majelis baru Hessen
akan semakin menyedihkan
dibandingkan dulu, artinya
lebih
banyak abdi negara
yang menjadi anggotanya
dan semakin sedikit
anggota yang
indenpenden.”
Ada banyak alasan
mengapa sampai hari ini
komposisi anggota parlemen
tidak
sepadan.
Artinya, profesi tertentu
lebih dominan dari
profesi lain. Salah
satu
alasannya adalah masalah waktu. Banyak orang dengan profesi tertentu tidak
dapat
menjadi anggota parlemen karena terhalang oleh waktu.
30 dari 101
anggota parlemen adalah
perempuan. Jumlah ini
berarti tiga kali
lipat
lebih besar daripada
20 tahun yang
lalu dan lima
kali lebih besar
daripada ketika
Landtag pertama terbentuk,
yakni pada 1947
dan 1959. Apa
yang terjadi di
parlemen negara bagian
Rheinland-Pfalz, terjadi pula
di parlemen-parlemen negara
bagian lain, yaitu
meningkatnya jumlah anggota
parlemen perempuan. Di
negara
bagian Schleswig-Holstein jumlahnya saat ini bahkan mencapai
40%.
40 anggota diantaranya
baru pertama kali
menjadi anggota Landtag,
28 terpilih
untuk kedua kalinya,
17 menduduki masa
jabatan ketiga kalinya
dan 5 telah
terpilih
34
untuk kelima kalinya,
bahkan 3 orang
untuk keenam kalinya.
Dari fakta ini
dapat
disimpulkan
bahwa mereka yang
pernah terpilih menjadi
anggota parlemen punya
kesempatan besar untuk
terpilih kembali, paling
tidak untuk masa
jabatan
berikutnya. Dari seluruh
anggota ini banyak
yang berhasil terpilih
karena aktivitas
dan peran politik
mereka di tingkat
komunal (setingkat kabupaten
atau kotamadya)
di wilayah Rheinland-Pfalz.
4. KESEHARIAN ANGGOTA
PARLEMEN
“Menjadi anggota dewan
itu bukanlah suatu
profesi”, demikian pendapat
Dolf
Sternberger pada tahun
1950, dan 20
tahun kemudian, mantan
Presiden Federal
Walter Scheel mengatakan
bahwa menjadi anggota
parlemen itu memang
suatu
pekerjaan, tapi “pekerjaan
tanpa gambaran profesi”.
Sementara itu ada
banyak
penelitian yang menyebutkan
bahwa aktivitas sebagai
anggota parlemen itu
adalah
sebuah profesi. Hans Magnus Enzenberger menjelaskannya
seperti ini:
“Jelas bahwa kegiatan
utama seorang politisi
adalah mengikuti rapat.
Semua
bersidang.
Gremium bersidang, fraksi
bersidang, komisi-komisi, sub-sub
komisi,
dewan-dewan,
perkumpulan, kamar-kamar, pokja-pokja,
jam bincang-bincang, jam
diskusi, dsb. Seorang
yang berprofesi sebagai
politisi menghabiskan bertahun-tahun, bahkan mungkin berpuluh-puluh
tahun hidupnya untuk rapat.”
Meski pendapat di
atas kedengarannya sangat
sarkastis, tapi tentu
saja ada
benarnya. Karena pada
kenyataannya konsultasi tentang
pembuatan UU diadakan
dalam rapat, pertanyaan-pertanyaan anggota
parlemen terhadap pemerintah
dijawab dalam rapat
dan prakarsa-prakarsa lain
juga dibahas dalam
rapat. Oleh
karenanya ada jadwal rapat Landtag yang pada prinsipnya
sesuai dengan pola yang
sederhana.
Sekali dalam sebulan
– biasanya dua
atau tiga hari
berturut-turut –
diadakan rapat pleno;
dua minggu dalam
setiap bulan adalah
waktu untuk rapat
komisi dan satu
minggu masing-masing untuk
rapat fraksi dan
kelompok kerja
(Pokja). Jadi, hari
beberapa hari saja
dalam sebulan yang
tidak diisi dengan
rapat.
Artinya, para anggota
parlemen menghabiskan sebagian
besar waktu kerja
mereka
untuk kerja parlemen yang sebenarnya.
Selain hal-hal yang
disebut di atas, masih ada
tugas lain anggota parlemen.
Mereka
harus memelihara hubungan
dengan basis politik
mereka, membimbing warga
35
dalam daerah pemilihan
mereka, menjaga hubungan
dengan daerah (komune),
melakukan
kewajiban partai, menjaga
hubungan dengan organisasi-organisasi,
perkumpulan-perkumpulan
dan klub-klub dan
akhirnya membuat aktivitas
mereka
dikenal orang. Mereka
harus melakukan wawancara
dan bincang-bincang tentang
latar belakang. Pengabdian
kepada masyarakat perlu
dilakukan demi terbukanya
peluang untuk terpilih kembali.
Apabila
tugas-tugas di atas
dirangkum, maka anggota
parlemen adalah suatu
kombinasi dari “pekerja partai, wakil dari kepentingan warga
di daerah pemilihannya,
penasehat hukum ‘common sense’ serta teknisi pembuat UU”.
5. Profesi sebagai anggota parlemen
“Coba Anda tebak,
apa persamaan antara
anggota parlemen dan
regu penolong?”
Pertanyaan ini pernah
dilontarkan oleh anggota
Bundestag (Parlemen Federal)
Würfel kepada rekan-rekannya menjelang
tengah malam, ketika
rapat Bundestag
sedang
berlangsung. “persamaannya adalah
kesediaan mereka untuk
bertugas
sehari semalam.”
Karena tidak ada
mesin pencatat waktu
datang dan waktu
pulang untuk para
anggota
parlemen, pernyataan mereka
tidak dapat ditelusuri.
Mungkin juga mereka
terlalu
berlebihan dalam membuat
pernyataan tersebut. Tapi
memang perlu diakui
bahwa beban kerja
anggota parlemen tidaklah
ringan. Hal ini
ditunjukkan oleh
semua penelitian yang
relevan. Pada tahun 1975 saja Mahkamah Konstitusi Federal
berkesimpulan:
“Sesuai dengan hasil
penelitian para ahli,
anggota parlemen yang
di samping
aktivitasnya
sebagai anggota masih
mencoba – untuk
paling tidak –
menjalankan
profesinya
secara sambilan, biasanya–dan
mau tidak mau–
harus bekerja antara
80
sampai 120 jam per minggu.”
Anggota parlemen daerah
(Landtag) juga mengalami
hal yang sama.
Anggota
Landtag
Schleswig-Holstein misalnya, rata-rata
bekerja sekitar 70
jam per minggu,
dan anggota Landtag
Niedersachsen sekitar 77
jam. Separuh dari
seluruh jam kerja
itu dialokasikan untuk
kerja di parlemen,
sepertiganya untuk kerja
di daerah
pemilihan dan sisanya
untuk tugas-tugas lain.
Jadi, anggota Landtag
tidak hanya
36
politisi partai, tapi
juga Berufpolitiker atau
berprofesi sebagai politisi.
Ada yang
menyambut baik hal
ini karena memang
itu sesuai tuntutan
seorang anggota
parlemen dan sesuai dengan beban yang harus diterima. Akan
tetapi, ada juga yang
mengritik hal itu
karena akan menyebabkan
seorang anggota parlemen
lebih
banyak
mementingkan pekerjaan untuk
partainya daripada berkonsentrasi penuh
pada pekerjaannya sebagai anggota parlemen.
Beberapa anggota parlemen
kurang menginvestasikan waktu
untuk pekerjaannya
sebagai penerima mandat,
dan di samping
itu masih pula
menjalankan profesi
mereka semula. Bagi mereka, menjadi
anggota Landtag hanyalah
kerja sambilan
atau kerja paruh
waktu. Tapi kenyataannya,
jumlah anggota parlemen
yang seperti
itu sangatlah kecil, atau bahkan bisa dikatakan
pengecualian.
6. TENTANG “BUNGA LILI DI LADANG”
“Dalam sebuah negara
demokrasi” – demikian
tulis Theodor Eschenburg
– “rakyat
berpandangan
bahwa politisi hidup
seperti bunga lili
di ladang alias
harus mewakili
rakyat, dan rakyat
sangat kesal karena
sebegitu pun mereka
tak mampu
melakukannya.”
Padahal parlemen –
seperti yang baru-baru
ini dapat dibaca
dalam artikel harian
Mannheimer
Morgen – “lebih
enak dibandingkan dengan
lembaga lain”. Empat
juta
penduduk
Rheinland-Pfalz membayar rata-rata
13,- DM pada Landtag setiap
tahunnya. Sama halnya
untuk tingkat federal
karena setiap penduduk
Jerman
membayar – dilihat
secara statistik –
tepatnya 12,-DM untuk
Bundestag (Parlemen
Federal) dan Bundesrat (Dewan Federal). Jumlah yang harus
dibayarkan oleh rakyat
ini juga seperti
di negara-negara demokrasi
lain. Warga Amerika
Serikat misalnya,
membayar untuk kedua kamar
kongres mereka (Perwakilan Rakyat
dan Senat) rata-rata sama besarnya
dengan warga Jerman,
yakni 12,45 DM.
Jika dibandingkan
bahwa satu rumah
tangga dengan empat
kepala di Jerman
menghabiskan sekitar
30,- DM untuk
rokok dan 90,-DM
untuk minuman beralkohol
per bulannya, maka
biaya untuk parlemen nampaknya relatif kecil.
Hal yang sama
dapat pula berlaku
menyangkut besarnya gaji
anggota parlemen.
Setiap bulannya anggota
parlemen menerima sekitar
9000,- DM sebagai
gaji pokok
dan 2200,-DM sebagai
tunjangan umum. Gaji
pokok dipotong pajak,
sementara
37
tunjangan umum digunakan
untuk keperluan membayar
staf serta biaya
kantor dan
transport. Untuk jam
kerja antara 60
hingga 70 jam
per minggu, jumlah
gaji itu tentu
tidak sesuai, apalagi anggota parlemen tidak memperoleh gaji
ke-13 atau ke-14.
Meskipun begitu, setiap
ada kenaikan gaji
bagi anggota parlemen
pasti
menimbulkan
kritik, karena kenaikan
gaji itu biasanya
mereka sendiri yang
mengatur. Tapi yang mengritik lupa bahwa menurut konstitusi,
kenaikan gaji anggota
parlemen memang hanya dapat diputuskan oleh mereka sendiri.
Mereka tidak punya
‘majikan’ yang dapat menggantikan mereka untuk membuat
keputusan tersebut. Jika
gaji anggota parlemen
dinaikkan, biasanya kebanyakan
parlemen mendasari
kenaikan itu pada perkembangan pendapatan dan harga secara
umum.
7. BERAPA BANYAK ANGGOTA PARLEMEN YANG DIBUTUHKAN NEGARA?
Bundestag
(Parlemen Federal) terdiri
dari 669 anggota;
jumlah anggota parlemen
masing-masing
negara bagian jauh
lebih sedikit. Jumlahnya
mulai dari 221
anggota
dalam parlemen negara
bagian Nordrhein-Westfalen dan
51 anggota di
negara
bagian Saarland. Sementara dengan 101 anggota, Landtag
Rheinland-Pfalz berada
di tengah.
Besarnya jumlah anggota
parlemen berbanding lurus
dengan jumlah penduduk
di
negara bagian bersangkutan.
Di Rheinland-Pfalz misalnya, setiap
anggota parlemen
secara rata-rata mewakili
hampir 40.000 penduduk,
sementara rekan mereka
di
Baden-Württemberg
mewakili 85.000 penduduk
dan di Mecklenburg-Vorpommern
28.000.
Beragamnya
jumlah anggota parlemen
ini telah menimbulkan
diskusi di tingkat
federal dan di
masing-masing negara bagian,
termasuk di Rheinland-Pfalz, apakah
jumlah anggota parlemen
perlu dikurangi. Andaikata
ya, maka jumlah
menteri pun
akan dikurangi, bagian
kepegawaian dan aparat
negara secara keseluruhan
juga
mengalami
pelangsingan. Ada yang
menganggap bahwa dengan
dikuranginya
jumlah anggota parlemen,
maka pekerjaan, khususnya
bagi fraksi-fraksi kecil,
akan
menjadi sangat sulit, terlepas dari aspek penghematan dana.
38
Akhir dari diskusi
mengenai hal ini
masih belum jelas,
termasuk di Rheinland-Pfalz.
Tentu saja pemikiran-pemikiran yang
telah diindikasikan sebelumnya
akan terus
mengalir:
- Demokrasi perwakilan
adalah demokrasi komunikatif
di mana dialog
antara rakyat
dan wakilnya di parlemen sangat penting (bandingkan h.18)
- Faktor media:
media tidak sempurna
dalam menyampaikan kepada
warga tentang
apa yang dituntut
dan diputuskan di
Landtag dan apa
yang dibahas dan
direalisasikan pemerintah negara bagian (bandingkan h. 24)
Karena itu, tugas anggota parlemen untuk menyampaikan
kebijakan kepada warga –
yakni kebijakan di
negara bagian dan
juga kebijakan tentang
Eropa (Europapolitik)
semakin perlu disadari.
Karena di dalam
institusi-institusi Eropa dibuat
keputusan-keputusan penting yang
harus diinformasikan langsung
kepada warga. Dalam
konteks ini, demokrasi parlementer juga berarti “kedekatan
dengan rakyat”.
8. ANGGOTA PARLEMEN DAN KEBEBASAN WARGA
Demokrasi – demikian
tertera di awal
brosur ini –
adalah sebuah bentuk
negara
yang rumit. Siapa
yang telah membaca
sampai halaman ini
dari buku kecil
ini akan
membenarkan
pernyataan tersebut. Karena
pelaksanaan kekuasaan negara
secara
demokratis bagi rakyat membutuhkan bermacam-macam proses
yang rumit.
Namun, barang siapa
yang menganggap bahwa
demokrasi hanyalah kumpulan
dari
proses-proses
tersebut, ia keliru.
Demokrasi lebih dari
itu. Pertama demokrasi
memungkinkan
terartikulasinya serta didiskusikannya kepentingan-kepentingan,
kebutuhan dan keinginan
rakyat secara terbuka
dan kontroversial, termasuk
juga di
parlemen.
Demokrasi juga berarti
undangan kepada warga
untuk ikut serta
dalam
proses diskusi dan ikut bertanggung jawab.
Selain itu, demokrasi
juga bertujuan menjamin
kebebasan dalam arti
sebenarnya,
misalnya
kebebasan beragama, kebebasan
berkeyakinan, kebebasan berpendapat,
kebebasan pers dan
kebebasan dalam memilih
profesi. Contoh-contoh jaminan
kebebasan di atas
merupakan tujuan penting
dari demokrasi, yang
dalam
prakteknya dapat dilihat
sebagai berikut: demokrasi
ingin memperlancar diskusi
terbuka,
memberikan peluang kepada
warga untuk bertanggungjawab terhadap
diri
sendiri dan menjamin
kebebasan mereka. Tujuan-tujuan
demokrasi ini sekaligus
39
juga tugas terhormat
bagi parlemen dan
anggota parlemen. Jadi,
dalam konteks ini,
anggota parlemen tidak
hanya merupakan wakil
rakyat tetapi juga
penjaga
kebebasan
mereka. Karena di
mana ada kekuasaan,
di situ juga
ada kemungkinan
penyalahgunaannya. Dan di mana ada ancaman
penyalahgunaan kekuasaan, maka
kebebasan rakyat pun
akan terancam. Sebagai
kesimpulan mungkin dapat
diangkat
pernyataan teolog Reinhold Niebuhr:
“Akal budi manusia
yang berpihak pada
keadilan memungkinkan terciptanya
demokrasi;
kecenderungan manusia kepada
ketidakadilan membuat demokrasi
sangat dibutuhkan.”
DEMOKRASI SEBAGAI BENTUK KEHIDUPAN
Sebagai bentuk negara,
demokrasi – seperti
telah dibahas sebelumnya
– harus
menjamin
kebebasan rakyat dan
keadilan sosial. Tugas
ini tidak hanya
milik
lembaga-lembaga
pemerintah, namun rakyat
juga harus ikut
andil di dalamnya.
Karena itulah dalam uraian di atas muncul istilah “warga
aktif” (Mitmachgesellschaft).
Tetapi, jika warga
hanya mengenal dan
menggunakan hak-hak warga
negara saja,
itu tidak cukup.
Mereka harus mempunyai
kesempatan untuk melatih
dan
menerapkan
hak-hak demokratis dan
kebajikan-kebajikan demokratis, misalnya
di
sekolah, di universitas,
di perusahaan dan
di dalam keluarga.
Karena itu, demokrasi
bukan saja suatu
bentuk negara, melainkan
juga suatu bentuk
kehidupan. Mantan
Presiden Federal Theodor
Heuss telah mengisyaratkan hal
ini dalam pidato
pencalonannya di depan
Bundestag (Parlemen Federal
Jerman) dan Bundesrat
(Dewan Federal) pada
tahun 1949. “Kita
menginginkan” – katanya
sembari
melemparkan pandangan ke arah penemu Undang-Undang Dasar –
“suatu sistem demokrasi
yang menjamin kebebasan
dan stabil, yang
ekonominya
kuat dan bersifat
sosial, lebih demokratis
daripada Republik Weimar.
Tapi yang
lebih penting adalah
bahwa kita tidak
menghendaki demokrasi hanya
sebagai
bentuk negara dan
pemerintah, tetapi juga
sebagai bentuk kehidupan,
sebagai
norma atau nilai yang membentuk kehidupan kita.”
40
Tetapi ini tidak
berarti bahwa bentuk-bentuk
penentuan kehendak negara
atau
pengambilan
keputusan, misalnya keputusan
mayoritas, dapat dialihkan
begitu saja
kepada rakyat. Benarlah
apa yang dikatakan
oleh Willy Brandt:
“Demokrasi tidak
boleh sedemikian jauhnya
sehingga di dalam
keluarga pun harus
diadakan
pemilihan suara siapa yang menjadi bapak.” Mengejawantahkan
nilai-nilai demokrasi
di sekolah, universitas
dan di tempat
kerja tujuan utamanya
adalah untuk
mengajarkan
tindakan yang mandiri,
melatih rasa toleransi
terhadap pendapat,
kepentingan dan bentuk
kehidupan yang berbeda
dan untuk mengenali
budaya
berselisih
secara demokratis di
mana aturan main
standarnya adalah mampu
menjadi
pendengar, membiarkan orang
lain berbicara dan
fairplay. Fokus dari
sebuah
masyarakat demokratis adalah
tanggungjawab terhadap diri
sendiri dan ikut
serta
bertanggungjawab – dimana
ikut bertanggungjawab dapat
dilakukan dalam
banyak bentuk, khususnya
melalui aktivitas dalam
perkumpulan atau organisasi,
aktivitas membantu remaja atau melalui kegiatan membantu
warga lansia.
Jadi, negara demokrasi
membutuhkan masyarakat demokratis.
Keduanya saling
membutuhkan satu sama
lain. Tanpa ada
sistem demokrasi, tidak
ada masyarakat
demokratis,
begitu pula sebaliknya.
Karena itu, menjadikan
demokrasi sebagai
bentuk negara dan
kehidupan adalah tugas
yang terus menerus
dan berkelanjutan.
Dan, apa yang dikatakan oleh Benjamin Franklin –
setelah kesepakatan konstitusi di
Philadelphia – cocok
untuk menggambarkan perlunya
pemeliharaan demokrasi
secara terus menerus:
“Kita akan memiliki
demokrasi sebagai bentuk
negara dan
kehidupan jika kita mengenggamnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang Bicara kotor.
Bersikap sopan, dilarang menghina, mencaci maki dan bertengkar sesama Manusia